Polemik Worldcoin di Indonesia: Warga Antri Pindai Retina, Pemerintah Bertindak Tegas
Tanggal: 7 Mei 2025 05:56 wib.
Tampang.com | Fenomena mencengangkan terjadi di Bekasi dan Depok, Jawa Barat. Ratusan warga rela mengantre panjang demi memindai retina mata mereka hanya untuk mendapatkan imbalan uang tunai ratusan ribu rupiah. Aktivitas ini berkaitan dengan aplikasi bernama World App yang terafiliasi dengan proyek kripto kontroversial, Worldcoin. Iming-iming hadiah langsung membuat banyak orang tergiur tanpa memikirkan risiko di balik tindakan tersebut.
Apa Itu Worldcoin dan Sistem WorldID?
Worldcoin merupakan proyek kripto global yang diprakarsai oleh perusahaan teknologi asal San Francisco, Tools for Humanity. Proyek ini mengklaim ingin menciptakan sistem keuangan yang adil, aman, dan bisa diakses siapa pun. Salah satu fitur andalannya adalah WorldID, yakni sistem identitas digital berbasis biometrik untuk membedakan manusia dari kecerdasan buatan.
Namun, untuk mendapatkan identitas digital ini, pengguna wajib memindai iris mata mereka menggunakan alat pemindai yang disebut "Orb". Di sinilah muncul kekhawatiran besar terkait pengumpulan data biometrik yang sangat sensitif.
Pemerintah Bertindak: TDPSE Worldcoin Dibekukan
Melihat tingginya aktivitas Worldcoin dan potensi pelanggaran yang ditimbulkan, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) akhirnya turun tangan. Pemerintah secara resmi membekukan sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) milik Worldcoin dan WorldID.
Langkah ini dilakukan setelah terungkap bahwa operasional Worldcoin di Indonesia dijalankan oleh PT Terang Bulan Abadi—perusahaan yang ternyata belum terdaftar sebagai PSE. Lebih parahnya lagi, mereka menggunakan TDPSE milik perusahaan lain, yakni PT Sandina Abadi Nusantara, yang bukan bagian dari Worldcoin. Situasi ini memicu dugaan pelanggaran regulasi penyelenggaraan sistem elektronik.
Risiko Penyalahgunaan Data Pribadi Masyarakat
Menurut Eko Wahyuanto, dosen Sekolah Multimedia STMM-MMTC Yogyakarta, risiko utama dari proyek seperti ini adalah penyalahgunaan data pribadi. Pemindaian retina bukan sekadar foto biasa—ia merupakan data biometrik yang sangat rentan disalahgunakan jika jatuh ke tangan yang salah.
Data seperti ini bisa digunakan untuk kejahatan siber seperti pencurian identitas, penipuan digital, hingga kejahatan finansial seperti pembobolan rekening dan penyalahgunaan OTP. Bahkan, data biometrik juga berisiko dipakai untuk menyebarkan konten ilegal dan ujaran kebencian.
Dilarang di Berbagai Negara, Kini Diawasi Ketat
Indonesia bukan satu-satunya negara yang mulai mengambil langkah tegas terhadap Worldcoin. Di Brasil, proyek ini sempat dihentikan karena dianggap melanggar privasi warga. Kenya bahkan lebih dulu menangguhkan aktivitas Worldcoin karena ditemukan adanya manipulasi keuangan untuk mendapatkan persetujuan pengguna.
Di Eropa, otoritas perlindungan data dari Jerman, Prancis, dan Inggris sedang menyelidiki apakah Worldcoin melanggar ketentuan General Data Protection Regulation (GDPR). Regulasi ini adalah standar tertinggi dalam perlindungan data pribadi di wilayah Uni Eropa.
Imbauan Komdigi: Jangan Asal Serahkan Data
Melihat potensi ancaman serius dari penggunaan data biometrik secara massal, Komdigi mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati terhadap layanan digital yang tidak memiliki izin resmi. Warga diminta untuk tidak tergiur dengan iming-iming hadiah tanpa memahami konsekuensi jangka panjangnya.
Pemerintah juga meminta masyarakat untuk melaporkan aktivitas digital yang mencurigakan melalui kanal pengaduan resmi. Kesadaran akan keamanan digital bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga kewajiban setiap individu sebagai pengguna teknologi.
Kesimpulan: Hati-hati Menyerahkan Data Pribadi
Fenomena pemindaian retina demi imbalan uang menunjukkan masih rendahnya kesadaran digital di masyarakat. Proyek seperti Worldcoin perlu diawasi ketat karena menyangkut keamanan data jutaan orang. Pemerintah telah mengambil langkah tepat, namun peran serta masyarakat dalam menjaga ruang digital yang aman tetap menjadi kunci utama.
Ingat, di era digital saat ini, data pribadi adalah aset berharga. Jangan sampai terjebak janji manis tanpa memahami bahayanya.