Sumber foto: Google

Polemik Kemenkes dan Guru Besar FKUI: Kekhawatiran Mutu Pendidikan Dokter dan Independensi Kolegium

Tanggal: 18 Mei 2025 12:03 wib.
Tampang.com | Ketegangan antara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan para akademisi, khususnya Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), kian mencuat ke permukaan. Dalam pernyataan publik bertajuk "Salemba Berseru" yang disampaikan Jumat (16/5/2025), para Guru Besar FKUI secara terbuka menyuarakan kekhawatiran atas arah kebijakan Kemenkes, yang dinilai menyimpang dari semangat reformasi kesehatan.

Mereka menilai implementasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan justru berpotensi menurunkan kualitas pendidikan kedokteran, serta berdampak langsung pada pelayanan kesehatan masyarakat. “Kebijakan saat ini berpotensi menurunkan mutu pendidikan dan dokter spesialis,” ujar Guru Besar FKUI, Siti Setiati.


Komitmen Menyimpang, Proses Pendidikan Terganggu

Dekan FKUI, Ari Fahrial Syam, menegaskan bahwa sejak awal para akademisi menyambut baik hadirnya UU Kesehatan. Namun, seiring berjalannya waktu, arah implementasi kebijakan dinilai tidak sejalan dengan janji awal pemerintah. “Yang terjadi dalam sebulan terakhir ini sangat mengganggu kami,” ujarnya. Ia menyebut sejumlah kebijakan, termasuk mutasi dokter pengajar, merugikan proses pendidikan.

Contoh kasusnya adalah mutasi terhadap Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Piprim Basarah Yanuarso, yang juga pengajar di FKUI. Piprim bahkan telah dua kali mengadukan persoalan tersebut ke DPR RI. Ia menganggap mutasi itu sebagai bentuk tekanan terhadap sikap IDAI yang menolak pengambilalihan kolegium oleh Kemenkes.


Kolegium Jadi Sumber Persoalan

Isu sentral dalam polemik ini adalah peran kolegium—lembaga yang bertanggung jawab dalam menjaga standar kompetensi dokter. Guru besar FKUI menilai, saat ini pemilihan anggota kolegium tidak dilakukan secara transparan dan tak sesuai dengan mekanisme voting sebagaimana diatur undang-undang.

“Bahkan ada kolegium yang anggotanya ditunjuk langsung oleh Kemenkes, tanpa proses pemungutan suara,” ujar Ari. Para akademisi menegaskan bahwa kolegium harus tetap independen dan tidak tunduk pada kepentingan politik jangka pendek.


Lima Sikap Tegas dari Guru Besar FKUI

Menanggapi situasi yang berkembang, para guru besar FKUI menyampaikan lima sikap utama:



Menjaga agar pendidikan dokter tetap berada dalam sistem akademik yang bermutu dan terstandar.


Melibatkan institusi pendidikan secara aktif dan transparan dalam perumusan kebijakan kesehatan.


Tidak mengorbankan keselamatan pasien demi pencapaian target politik.


Menghentikan framing negatif terhadap dokter yang bisa merusak kepercayaan publik.


Menegaskan pentingnya kolegium sebagai lembaga independen dalam menjaga kualitas dan sertifikasi dokter.




Tanggapan Kemenkes: Fokus pada Kepentingan Rakyat

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menanggapi kritik tersebut dengan menegaskan bahwa semua kebijakan yang dibuat bertujuan melayani 280 juta rakyat Indonesia. Ia menyadari bahwa perubahan pasti menimbulkan ketidaknyamanan bagi sebagian pihak.

“Kalau dulu bisa begini, sekarang tidak, karena orientasinya bergeser ke kepentingan masyarakat,” ujarnya. Kepala Biro Komunikasi Kemenkes, Aji Muharwarman, juga menambahkan bahwa Kemenkes tetap melibatkan para dokter lulusan FKUI, termasuk ketua kolegium yang aktif berdiskusi dengan kementerian.

Menurut Aji, saat ini kolegium justru lebih independen karena berada di bawah Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) yang langsung bertanggung jawab kepada presiden, bukan lagi di bawah organisasi profesi.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved