Polda NTT Dinilai Punya Alasan Kuat untuk Pecat Ipda Rudy Soik
Tanggal: 23 Okt 2024 17:04 wib.
Anggota polisi Nusa Tenggara Timur (NTT) bernama Ipda Rudy Soik telah dipecat karena banyak melakukan pelanggaran etik. Namun demikian, Rudy mengklaim bahwa dirinya dipecat karena membersihkan mafia bahan bakar minyak (BBM). Panitia Seleksi Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyatakan bahwa langkah Polda NTT memecat anggota yang bermasalah sudah tepat.
Ketua Panitia Seleksi Anggota Kompolnas 2024, Hermawan Sulistyo, menyatakan bahwa Rudy memiliki catatan kriminal yang buruk, bahkan ia telah diskors sebanyak tiga kali dan ditempatkan di sel. “Yang bersangkutan mempunyai catatan kriminal yang buruk. Rudy tidak hadir saat dipanggil untuk sidang kasus BBM. Seharusnya dia hadir untuk membela diri di persidangan,” ujar Hermawan pada Senin (21/10/2024).
Hermawan menjelaskan bahwa sidang anggota dilakukan secara independen dan transparan. Menurutnya, terdakwa sulit lepas jika tidak mau hadir. “Terdakwa dapat membawa penasehat hukum sendiri atau yang disediakan oleh polri. Apabila merasa tidak puas, terdapat mekanisme banding,” tambahnya.
Di sisi lain, Direktur Lembaga Kajian Strategis Polri, Edi Hasibuan, juga menyatakan bahwa langkah Polda NTT merekomendasikan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) kepada Rudy pastinya memiliki alasan kuat dan indikasi penyimpangan. “Polda berani memberikan putusan karena sudah melalui proses yang panjang dan akhirnya menetapkan PTDH,” kata Edi.
Edi menambahkan bahwa jika Rudy merasa diperlakukan tidak adil, seharusnya ia melakukan banding atas putusan Komisi Kepolisian Etik Polda NTT yang telah menetapkan pemecatan. “Kinerja Rudy mungkin selama ini banyak berantas BBM ilegal. Namun, semua harus mengikuti prosedur yang ada. Apakah SOP sudah dilakukan dengan benar oleh Polda NTT? Polisi tidak boleh salah dalam melaksanakan tindakan hukum,” tegasnya.
Sementara itu, anggota Kompolnas Yusuf Warsyim menyarankan agar sesuai mekanisme, Rudy harus diberi kesempatan untuk melakukan proses banding atas Putusan Komisi Kepolisian Etik Polda NTT. Pihak Polda juga harus merespons secara terbuka untuk menerima banding. “Kompolnas akan memantau proses banding nantinya. Tentu proses sidang banding tetap harus profesional, transparan, dan akuntabel. Terkait materi dugaan pelanggaran, akan diperiksa kembali apabila dilakukan banding,” ujar Yusuf.
Diketahui, Polda Nusa Tenggara Timur membantah bahwa pemberhentian Ipda Rudy Soik hanya disebabkan pelanggaran kode etik saat menyelidiki kasus mafia bahan bakar minyak (BBM). Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) Polda NTT, Komisaris Besar Ariasandy, menyatakan bahwa Rudy terlibat dalam 12 kasus pelanggaran selama bertugas, dengan tujuh di antaranya terbukti bersalah.
Ipda Rudy Soik melalui kuasa hukumnya, Ferdy Maktaen, melaporkan Kabid Humas Polda NTT Kombes Ariasandy dan Kabid Propam Polda NTT, Kombes Robert Anthoni Sormin, ke Divisi Propam Mabes Polri. Ferdy membantah pernyataan yang disampaikan oleh Polda NTT terkait 12 laporan polisi (LP) yang menjerat Rudy Soik sehingga divonis pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Padahal, pada 13 November 2014 hingga Maret 2015, Rudy Soik sedang ditahan di rumah tahanan atas tuduhan penganiayaan saat membongkar mafia perdagangan orang yang melibatkan Polda NTT.
Sumber lain menyebutkan bahwa Polda NTT membantah bahwa pemberhentian Rudy Soik hanya disebabkan pelanggaran kode etik saat menyelidiki kasus mafia bahan bakar minyak (BBM). Polda NTT, melalui Kabid Humas, menyebut bahwa Rudy terlibat dalam 12 kasus pelanggaran selama bertugas, dengan tujuh di antaranya terbukti bersalah.
Dalam kasus ini, terdapat konflik antara tindakan Polda NTT dan klaim dari pihak Ipda Rudy Soik. Perbedaan pandangan ini menimbulkan kebingungan di masyarakat, sehingga perlu adanya klarifikasi yang transparan dari pihak berwenang. Penegakan hukum tentu harus dilakukan secara transparan dan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Keputusan yang diambil oleh Polda NTT harus disertai dengan bukti dan alasan yang kuat untuk menghindari ketidakpastian dari masyarakat.