Sumber foto: website

Polda Metro Jaya Bongkar Kasus TPPO Modus Pengantin Pesanan Warga China

Tanggal: 7 Des 2024 19:23 wib.
Polda Metro Jaya telah mengungkap kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus pengantin pesanan atau Mail Order Bride yang melibatkan warga China. Dua tersangka, H dan N, telah ditangkap di Bandara Sukarno Hatta, Tangerang, Banten pada tanggal 10 November 2024. Mereka memanfaatkan korban dari kalangan masyarakat kurang mampu dengan iming-iming bayaran besar untuk pernikahan dengan pria China.

Menurut Kombes Pol Wira Satya Triputra dari Dir Krimum Polda Metro Jaya, tersangka H meminta tersangka N untuk mencari calon pengantin dari keluarga tidak mampu dengan janji bayaran Rp15 juta per kepala. Selanjutnya, N menawari korban RD dan AA untuk menikah dengan pria China dengan imbalan uang mahar Rp100 juta dan satu set perhiasan. Setelah korban menyetujui, mereka dipertemukan dengan pria China di kediaman H di Semarang, lalu dijadwalkan pernikahan secara sirih.

Para korban disodorkan surat perjanjian yang mengikat mereka jika membatalkan pernikahan dan harus membayar kompensasi. Uang mahar sebesar Rp100 juta diserahkan kepada orang tua para korban, dan pernikahan dilakukan pada tanggal 6 Oktober 2024 untuk korban AA serta 13 Oktober 2024 untuk korban RD. Setelah pernikahan, tersangka H mengatur pemesanan tiket pesawat ke China untuk kedua korban.

Dugaan tindak pidana perdagangan orang 'mail order-bride' ini pertama kali terungkap pada 10 November pukul 07.00 WIB saat penyidik mendapat informasi dari Imigrasi Bandara Soekarno Hatta. Setelah melakukan investigasi, empat orang diamankan untuk dimintai keterangan. Terdapat pihak yang membantu proses rekrutmen calon pengantin wanita di daerah Bandung, Jawa Barat, sebagaimana diungkapkan oleh Kombes Pol Wira.

Modus serupa juga terjadi di Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, di mana tujuh orang tersangka berhasil ditangkap. Mereka memiliki peran masing-masing, seperti menjadi sponsor orang Indonesia yang menetap di China, mencari dan menampung calon pengantin, hingga mengurus identitas palsu anak korban menjadi dewasa.

Kasus ini juga mencakup peran tersangka MW dan LA yang berteman di China saat bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW). MW diminta oleh warga China untuk mencarikan istri dari Indonesia dengan imbalan fee sebesar Rp5 juta. Setelah berhasil membujuk korban V melalui pesan WhatsApp, mereka berencana melakukan pernikahan tidak resmi di Indonesia sebelum pihak kepolisian mengamankan mereka atas dugaan tindak pidana perdagangan orang.

Dari kasus ini, terdapat ancaman hukuman sesuai UU Nomor 21 tahun 2007 tentang TPPO, yaitu pidana penjara paling lama 15 tahun bagi para tersangka. Kasus yang melibatkan TPPO dengan modus pengantin pesanan ini membuktikan bahwa perdagangan manusia masih terjadi di masyarakat, terutama dengan pemanfaatan teknologi dalam proses rekrutmen dan komunikasi.

Hal ini menyoroti pentingnya peran pemerintah dan kepolisian dalam melakukan pengawasan ketat atas praktik perdagangan orang, serta upaya pemberdayaan masyarakat agar mampu mengenali tanda-tanda dan modus operandi perdagangan manusia. Selain itu, perlu adanya langkah preventif dan restoratif yang melindungi korban serta memperketat regulasi terkait rekrutmen tenaga kerja dan pernikahan lintas batas. Penegakan hukum juga harus lebih tegas terhadap pelaku tindak pidana TPPO, sehingga masyarakat dapat hidup dalam lingkungan yang bebas dari ancaman perdagangan manusia.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved