Sumber foto: website

PK Mardani Maming, Eks Penyidik KPK: Hakim Harus Tegas Jangan Ringankan Hukuman!

Tanggal: 22 Sep 2024 05:32 wib.
PK Mardani H Maming, mantan Bendahara Pengeluaran Badan Amil Zakat Nasional (Bendum PBNU) kembali menjadi perbincangan publik setelah melakukan pengajuan peninjauan kembali (PK) secara diam-diam pada 6 Juni 2024. PK ini dengan nomor 784/PAN.PN/W15-U1/HK2.2/IV/2004 berkaitan dengan kasus korupsi izin usaha pertambangan (IUP). Permohonan PK ini menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan, terutama dari mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harahap. Yudi meminta Majelis Hakim yang meninjau kembali kasus Mardani H Maming untuk bersikap tegas dengan tidak mengurangi hukuman terpidana korupsi tersebut.

Menurut Yudi Purnomo Harahap, peninjauan kembali (PK) bukanlah sarana untuk memberikan keringanan hukuman kepada pelaku tindak pidana korupsi. "Hakim Agung harus tegas terhadap pelaku tindak pidana korupsi dan tidak boleh meremehkan hukuman. Kehadiran PK tidak boleh dianggap sebagai solusi bagi pelaku korupsi untuk mendapatkan keringanan hukuman," tegas Yudi.

Yudi Purnomo Harahap juga berharap agar Majelis Hakim dapat menjunjung tinggi independensi dalam menyikapi kasus-kasus korupsi, termasuk dalam menolak peninjauan kembali yang diajukan oleh Mardani H Maming. Yudi optimis bahwa Hakim Agung yang menangani kasus PK Mardani H Maming adalah hakim yang independen dan memutuskan kasus ini dengan seadil-adilnya.

Sementara itu, Yudi juga menyayangkan proses peninjauan kembali yang tidak mampu memperberat hukuman bagi terpidana korupsi. Baginya, proses PK seringkali hanya menghasilkan keputusan hukuman yang sama atau bahkan lebih ringan, bahkan ada kemungkinan untuk vonis bebas. Hal ini menjadi perhatian serius mengingat banyak kasus korupsi yang telah merugikan keuangan negara.

Mardani H Maming secara diam-diam mengajukan PK pada 6 Juni 2024, dengan nomor 784/PAN.PN/W15-U1/HK2.2/IV/2004. Jaksa KPK, Greafik Lioserte, sebelumnya telah meminta Mahkamah Agung untuk menolak permohonan PK yang diajukan oleh Mardani Maming. Menurut Jaksa Greafik, alasan yang digunakan oleh Mardani H Maming dalam permohonan PK tersebut tidak beralasan.

Dalam permohonan PK tersebut, Mardani H Maming berdalil atas kekhilafan majelis hakim terkait putusan kasus korupsi IUP Tanah Bumbu yang merugikan negara sebesar Rp104,3 miliar periode 2014-2020. Namun, Greafik menyatakan bahwa tidak terdapat alasan yang mencukupi untuk menyatakan bahwa putusan hakim telah terdapat kekhilafan. Baik putusan majelis di tingkat pertama, banding, maupun kasasi telah dijalani proses yang cermat dan tidak ditemukan kekhilafan yang signifikan.

Selain itu, alasan dalil PKPU yang diajukan juga dinilai lemah oleh Jaksa KPK. Menurut Greafik, majelis hakim tidak terikat dengan perkara sebelumnya, sehingga dalil ini tidak bisa menjadi dasar yang kuat untuk mengubah putusan pengadilan. Jaksa KPK meyakini bahwa keterangan ahli yang dihadirkan oleh pemohon tidak cukup membuktikan kekhilafan yang nyata dalam putusan kasus korupsi Mardani H Maming.

Dalam konteks ini, Jaksa KPK meminta agar Mahkamah Agung memperkuat putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan menolak permohonan PK yang diajukan oleh Mardani H Maming. Keputusan ini diharapkan dapat menegaskan hukuman sebelumnya yaitu penjara selama 12 tahun dan denda uang pengganti kerugian negara sebesar Rp110 miliar.

Kasus peninjauan kembali yang dilakukan oleh Mardani H Maming menimbulkan kekhawatiran serius akan perlunya keberanian dari pihak-pihak yang terlibat, terutama hakim dalam penanganan kasus korupsi. Konsistensi dalam menjalankan upaya pemberantasan korupsi perlu menjadi prioritas bagi keadilan di Indonesia. Hal ini juga mencerminkan pentingnya memperkuat penegakan hukum yang berbasis pada bukti kuat dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik atau ekonomi. 

Dengan adanya kasus PK Mardani H Maming ini, perlu ada upaya untuk transparansi dalam proses penyidikan dan penegakan hukum terkait kasus korupsi. Keterbukaan informasi ini sangat penting agar masyarakat dapat memantau dan mengawasi setiap langkah yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Terlebih lagi, kasus PK ini juga menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran hukum di kalangan masyarakat.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved