PHK Massal di Banyak Industri, Sinyal Bahaya bagi Ekonomi Indonesia?
Tanggal: 10 Mei 2025 12:03 wib.
Tampang.com | Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal kembali menghantui sektor industri Indonesia. Dalam tiga bulan terakhir, ribuan pekerja dari sektor tekstil, manufaktur elektronik, hingga logistik terpaksa kehilangan pekerjaan. Banyak pabrik mengurangi kapasitas produksi, bahkan ada yang tutup permanen. Fenomena ini menjadi sinyal bahaya yang tak bisa diabaikan, apalagi di tengah kondisi ekonomi global yang belum pulih sepenuhnya.
Ribuan Karyawan Dirumahkan, Pabrik Gulung Tikar
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mencatat bahwa lebih dari 30 pabrik tekstil melakukan efisiensi besar-besaran sejak awal 2025. Tak sedikit yang merumahkan sebagian besar karyawannya karena order ekspor anjlok dan beban biaya operasional meningkat.
“Permintaan menurun, sementara harga bahan baku naik. Banyak pengusaha tak sanggup bertahan,” ungkap Ade Sudrajat, Ketua Umum API.
Dampak Domino ke Ekonomi Lokal
Gelombang PHK ini tidak hanya berdampak pada para pekerja, tapi juga memukul ekonomi lokal. Warung, kos-kosan, hingga transportasi di sekitar kawasan industri ikut terpuruk karena hilangnya penghasilan ribuan buruh.
“Setelah pabrik tempat saya kerja tutup, kampung kami seperti sepi. Banyak yang pulang kampung, yang bertahan pun kesulitan,” ujar Ujang, mantan pekerja pabrik garmen di Karawang.
Lemahnya Daya Saing dan Ketergantungan Ekspor
Sejumlah pengamat menyebut PHK massal ini sebagai cermin lemahnya daya saing industri dalam negeri. Ketergantungan pada pasar ekspor dan minimnya diversifikasi produksi membuat industri rentan terhadap guncangan global.
“Kalau hanya bergantung ekspor ke dua atau tiga negara, sekali mereka berhenti beli, kita goyah. Harus ada transformasi industri,” kata Evi Kurniawati, ekonom dari INDEF.
Minimnya Proteksi dan Insentif untuk Industri Padat Karya
Pemerintah dinilai belum cukup cepat merespons krisis ini. Stimulus fiskal yang ada belum menyasar industri padat karya secara langsung, sementara perlindungan terhadap pekerja masih terbatas.
“Kami butuh insentif, bukan sekadar himbauan. Kalau tidak, gelombang PHK berikutnya bisa lebih besar,” ujar seorang pengusaha tekstil di Jawa Barat yang enggan disebutkan namanya.
Solusi: Diversifikasi Pasar dan Modernisasi Industri
Untuk keluar dari krisis ini, para ahli menekankan pentingnya diversifikasi pasar tujuan ekspor dan modernisasi industri dalam negeri. Pemerintah juga diminta memperkuat program re-skilling pekerja agar mereka tidak terjebak dalam pengangguran jangka panjang.
“Kalau tidak ada perubahan sistemik, PHK akan jadi siklus tahunan yang menghancurkan,” tegas Evi.
Pekerja Bukan Sekadar Angka
Setiap angka PHK merepresentasikan keluarga yang kehilangan penghasilan dan harapan. Penanganan yang lambat hanya akan memperdalam krisis sosial yang muncul dari persoalan ekonomi.
“PHK massal bukan hanya soal industri, tapi soal bagaimana negara melindungi warganya dari guncangan ekonomi,” tutup Evi.