Petaka! Pabrik Tekstil RI PHK Lebih 14.500 Orang, Ini Biang Keroknya
Tanggal: 2 Agu 2024 21:09 wib.
Setidaknya 500-an pekerja dari sebuah pabrik tekstil yang berada di Jalan M Toha, Bandung, Jawa Barat mengalami ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) pada bulan Agustus 2024. Dengan adanya kejadian ini, perusahaan tersebut akan bergabung dalam daftar panjang pabrik tekstil di Indonesia yang melakukan PHK di tahun 2024.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, mengungkapkan bahwa sejak bulan Juni 2024, telah tercatat 4 perusahaan di Jawa Tengah yang melakukan PHK. Dari 4 perusahaan tersebut, 3 diantaranya berlokasi di Kabupaten Karanganyar dan 1 lagi di Kota Semarang.
"Jadi, ada 5 perusahaan yang melakukan PHK. 4 di Jawa Tengah telah melakukan PHK kepada 700-an orang sejak Juni hingga awal Juli. Sementara itu, pabrik di Jalan M Toha berencana untuk melakukan PHK terhadap 500-an orang pada bulan Agustus. Semua pabrik yang terkena dampak adalah pabrik kain yang memiliki pasar ekspor dan lokal," ujar Ristadi kepada CNBC Indonesia pada Senin (29/7/2024).
Ristadi juga menambahkan, "Semua kebijakan PHK yang terjadi adalah hasil dari efisiensi perusahaan. Seluruh pekerja yang terkena dampak PHK adalah anggota KSPN."
Sebelumnya, KSPN mencatat bahwa sejak awal tahun 2014, telah terdapat 6 perusahaan tekstil yang terpaksa tutup sehingga menyebabkan 11.000 orang karyawan kehilangan pekerjaannya. Selain itu, ada juga 4 pabrik yang melakukan PHK yang mengakibatkan total 2.800 pekerja kehilangan pekerjaan.
Sebagai akibatnya, jumlah pekerja tekstil yang terkena dampak PHK sejak awal tahun 2024 bertambah menjadi 14.500 orang per Juli 2024. Diperkirakan akan bertambah menjadi 15.000 orang dengan PHK oleh pabrik tekstil di Jalan M Toha, Bandung yang direncanakan pada bulan Agustus.
Menurut Ristadi, gelombang PHK di industri tekstil di Indonesia diperkirakan akan terus berlanjut hingga akhir tahun 2024. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah dominasi impor barang tekstil yang mempengaruhi daya saing produk dalam negeri. Ristadi menyatakan bahwa gelombang PHK kemungkinan tidak akan berhenti, terutama untuk perusahaan lokal yang lebih terfokus pada pasar dalam negeri. Meskipun ada sejumlah perusahaan yang tutup, masih ada investasi baru yang masuk ke industri tekstil. Namun, pertumbuhan perusahaan baru ini tidak sebanding dengan perusahaan yang telah tutup.
Selain itu, Ristadi juga menyoroti masalah impor ilegal yang semakin mengakar di Indonesia. Menurutnya, impor ilegal sudah menjadi persoalan serius yang sulit diatasi, bahkan dengan keberadaan Satgas Pengawasan Impor Ilegal.
Hal ini membuat Ristadi yakin bahwa gelombang PHK di industri tekstil akan terus berlanjut. Dia menambahkan bahwa beberapa faktor lain yang mempengaruhi situasi tersebut adalah keberadaan importir besar yang didukung oleh oknum-oknum pejabat, preferensi konsumen Indonesia terhadap barang-barang murah dari luar negeri, serta kesulitan bagi pengusaha dengan biaya produksi tinggi.
Seluruh kondisi ini menambah tekanan terhadap perjanjian perdagangan global yang menimbulkan kesulitan bagi Indonesia. Selain itu, respon dari negara-negara yang membatasi impor juga menjadi tantangan tersendiri.
Ristadi berharap, pemerintah memiliki keberanian untuk memberantas impor ilegal yang terus masuk ke Indonesia. Dia juga menyoroti aktivitas perdagangan online di Indonesia, yang menurutnya sebagian besar merupakan transaksi barang-barang impor. Dia percaya bahwa petugas berwenang seharusnya dapat membedakan barang-barang impor ilegal dan legal, namun hal ini masih menjadi permasalahan yang sulitdiatasi.