Pertanyaan Pasek Suardika atas Status Tersangka Bendesa Adat Berawa, sebagai Fenomena Hukum Baru di Bali

Tanggal: 7 Mei 2024 07:31 wib.
Pengumuman Ketut Riana alias KR sebagai tersangka pemerasan terhadap seorang investor dengan jumlah uang sebesar Rp 10 miliar telah menimbulkan pertanyaan dari penasehat hukumnya, Gede Pasek Suardika.

Dalam responsnya, mantan Ketua Komisi III DPR RI ini menyoroti penetapan status tersangka bagi kliennya yang tidak menjabat di dalam pemerintahan sebagai suatu fenomena hukum yang baru di Bali.

Menurut Pasek Suardika, situasi ini memunculkan pertanyaan mengenai jabatan Bendesa Adat apakah termasuk dalam kategori pidana khusus atau pidana umum.

Pendapat Pasek Suardika tersebut memberikan gambaran bahwa pemerintahan hukum di Bali dalam menghadapi kasus yang melibatkan Bendesa Adat perlu ditinjau secara mendalam. Akan lebih baik jika ranah hukum yang bersangkutan diselidiki oleh kejaksaan.

Meskipun memberikan pandangan hukum, Pasek Suardika menjelaskan bahwa keterlibatannya hingga saat ini hanya sebatas memberikan pendampingan hukum kepada Ketut Riana. Dia menunggu proses selanjutnya dari penyidik serta yakin bahwa proses hukum yang dijalani oleh Ketut Riana akan ditangani secara profesional oleh Kejati Bali.

Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh penyidik Pidsus Kejati Bali berhasil menangkap Ketut Riana di Kafe Casa Bunga, Denpasar bersama dengan AN, seorang investor, dan dua orang lainnya. Barang bukti yang disita berupa uang tunai Rp 100 juta, satu unit Fortuner, dan dua ponsel.

Ketut Riana diduga melakukan pemerasan terkait proses transaksi jual beli tanah di Desa Berawa. Semenjak Maret 2024, Ketut Riana telah meminta uang kepada AN sebesar Rp 10 miliar terkait transaksi yang melibatkan pemilik tanah.

Sekilas transaksi awal dilakukan dengan pemberian uang sebesar Rp 50 juta yang langsung ditransfer ke rekening Bendesa Adat Berawa untuk melancarkan proses administrasi. Namun, pada 2 Mei, ketika AN akan menyerahkan uang sebesar Rp 100 juta, Ketut Riana dan AN berhasil ditangkap dalam operasi tangan tangan.

Ketut Riana yang seharusnya menjadi pemangku adat dalam kehidupan masyarakat setempat telah terlibat dalam kasus yang menunjukkan ketidakpatuhan terhadap tugasnya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap ketertiban sosial dan peradaban masyarakat di Bali.

Ketut Riana sebagai seorang pemimpin adat yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai kebijaksanaan dan keadilan seakan-akan telah melecehkan jabatan yang diemban. Dalam hal ini, perlindungan hukum dan tegaknya keadilan merupakan faktor penting dalam mengatasi fenomena hukum yang baru di Bali.

Sebagai kawasan yang dikenal dengan adat dan budaya yang kental, Bali harus mampu merespons dan menyoroti kasus semacam ini. Keterlibatan Bendesa Adat dalam kasus hukum serius seperti pemerasan tentu memunculkan pertanyaan sekaligus kritik terhadap peran tradisi dan adat di tengah kemajuan masyarakat modern.

Selain itu, dalam menghadapi fenomena hukum seperti ini, diperlukan peninjauan ulang terhadap peran dan fungsi jabatan tradisional di tengah masyarakat modern. Upaya-upaya pembaharuan hukum dan sistem peradilan sangat penting untuk menjaga keadilan dan ketertiban dalam masyarakat Bali.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved