Perppu Cipta Kerja Disahkan Diam-diam, Rakyat Diminta Paham Meski Tak Pernah Diajak Paham
Tanggal: 30 Apr 2025 15:36 wib.
Tampang.com | Tanpa suara gaduh, tanpa debat panjang yang terdengar publik, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja resmi disahkan menjadi undang-undang. Disahkan dalam rapat paripurna yang berlangsung cepat, pembahasan yang minim sorotan, dan—seperti biasa—tanpa banyak suara rakyat.
Yang ironis, setelah semua itu terjadi, masyarakat diminta untuk paham. Tapi kapan rakyat benar-benar diajak untuk paham?
Proses Kilat, Tapi Dampaknya Tak Main-Main
Perppu yang menggantikan UU Cipta Kerja setelah Mahkamah Konstitusi menyatakan undang-undang sebelumnya inkonstitusional bersyarat, langsung disahkan oleh DPR tanpa revisi mendalam. Padahal kritik terhadap isi dan dampaknya sudah bertubi-tubi disuarakan oleh akademisi, buruh, hingga organisasi masyarakat sipil.
Namun, pemerintah berdalih bahwa situasi darurat ekonomi global membutuhkan langkah cepat. Sayangnya, “cepat” di sini seolah berarti melewati partisipasi publik.
Tidak Ribut Bukan Berarti Setuju
Minimnya demonstrasi besar atau reaksi luas bukan berarti masyarakat setuju. Banyak pihak merasa kelelahan, bahkan apatis, terhadap proses legislasi yang dinilai semakin tidak ramah terhadap suara rakyat.
“Kami tidak diajak bicara. Tapi kami yang disuruh mengerti. Undang-undang ini akan berdampak langsung ke hidup kami, bukan ke kursi mereka di parlemen,” ungkap seorang aktivis buruh.
Apa yang Sebenarnya Disahkan?
Undang-undang ini memuat aturan soal ketenagakerjaan, lingkungan hidup, investasi, hingga tata ruang. Beberapa pasal dianggap berisiko mengurangi perlindungan buruh, memperlemah izin lingkungan, dan memperkuat kekuasaan eksekutif.
Kritikus menyebutnya sebagai “UU investor”, karena lebih mengedepankan iklim investasi dibanding kesejahteraan rakyat.
Rakyat Masih Berhak Bertanya
Walaupun sudah disahkan, bukan berarti masyarakat harus diam. Banyak organisasi masih menggugat lewat jalur konstitusi, menyiapkan uji materi ke Mahkamah Konstitusi, dan mengajak publik untuk tetap kritis dan sadar hukum.
“Kalau undang-undang dibuat dalam gelap, kita punya tanggung jawab untuk menyalakan lampu,” kata Direktur Eksekutif LSM Hukum dan Demokrasi.
Paham Itu Hasil Dialog, Bukan Instruksi
Rakyat bukan robot yang bisa langsung “paham” begitu saja. Memahami undang-undang seharusnya hasil dari proses diskusi, transparansi, dan pelibatan publik. Tapi ketika semua itu ditiadakan, wajar jika publik mempertanyakan: paham siapa yang sebenarnya diminta?