Permasalahan Pencemaran Nama Baik di Media Sosial
Tanggal: 15 Sep 2022 14:36 wib.
Apabila ada seseorang yang menjelekkan dan mencemari nama baik orang lain, dengan melontarkan kalimat yang bersifat menyinggung SARA, serta memprovokasi pengguna media sosial, akankah orang tersebut dapat dipidana apabila dilaporkan? Apa hukum pencemaran nama baik di media sosial? Sebenarnya pencemaran nama baik sudah diatur dalam undang-undang tepatnya dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE yang berbunyi, “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan atau mentransmisikan dan membuat dapat akses diaksesnya informasi elektronik dan dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan pencemaran nama baik”.
Pencemaran nama baik masuk ke dalam delik aduan dan bisa dipidana apabila korban mengajukan pengaduan atau orang lain yang mengetahui terjadinya tindak pidana pencemaran nama baik. Dalam konstitusi telah menjamin hak kebebasan dalam berekspresi dan berpendapat. Dan di Indonesia pencemaran nama baik dianggap tidak sopan dan tidak sesuai dengan agama, yang di mana di dalam agama menjunjung tinggi nilai sopan santun. Sebagai pengguna teknologi internet dan media sosial kita harus berhati-hati, jangan sampai menggunakan teknologi untuk hal-hal yang negatif seperti pencemaran nama baik karena hal tersebut bisa merugikan orang lain dan perbuatan itu bisa menjadikan kita sebagai tersangka dalam pidana.
Permasalahan dalam pencemaran nama baik bukan hanya persoalan hukum, akan tetapi juga bersangkutan dengan masalah sosial. Maka dari itu para pengguna internet maupun media sosial harus bijak dalam berkomentar. Pencemaran nama baik akan berdampak untuk diri sendiri dan merugikan orang lain. Oleh karena itu kita harus saling menghormati dan menghargai tanpa saling menjatuhkan orang lain, dan jangan sampai kita terjerumus ke dalam hal yani akan merugikan diri sendiri. Pencemaran nama baik dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah defamation, slander, calumny dan vilification.
Di Indonesia, pasal pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 310 KUHP dikenal sebagai “penghinaan” dengan bunyi sebagai berikut:
1.Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
2.Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
3.Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Berdasarkan bunyi pasal tersebut, maka hukum pencemaran nama baik di media sosial diatur dalam Pasal 310 ayat (2) KUHP.
Seiring perkembangan jaman, kegiatan manusia semakin bervariasi. Hal tersebut adalah akibat dari perkembangan teknologi informasi. Dahulu, kegiatan manusia didominasi pada kegiatan yang menggunakan sarana fisik. Namun, pada era teknologi informasi kegiatan manusia kini didominasi oleh peralatan yang berbasis teknologi. Hal tersebut tentu memberikan dampak pada penegakkan hukum pidana, contohnya kejahatan dalam dunia maya seperti pencemaran nama baik kerap terjadi.
Adapun hukum pencemaran nama baik di media sosial selain dalam KUHP juga dapat merujuk pada UU ITE dan perubahannya. Pasal 27 ayat (3) UU ITE mengatur: Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Tercemarnya atau rusaknya nama baik seseorang secara hakiki hanya dapat dinilai oleh orang yang bersangkutan. Dengan kata lain, korbanlah yang dapat menilai secara subjektif tentang konten atau bagian mana dari informasi atau dokumen elektronik yang ia rasa telah menyerang kehormatan atau nama baiknya. Konstitusi telah memberikan perlindungan terhadap harkat dan martabat seseorang sebagai salah satu hak asasi manusia. Oleh karena itu, perlindungan hukum diberikan kepada korban, dan bukan kepada orang lain. Sebab, orang lain tidak dapat menilai sama seperti penilaian korban.
Sedangkan, konteks berperan untuk memberikan nilai objektif terhadap konten. Pemahaman akan konteks mencakup gambaran mengenai suasana hati korban dan pelaku, maksud dan tujuan pelaku dalam mendiseminasi informasi, serta kepentingan-kepentingan yang ada di dalam pendiseminasian (penyebarluasan, ed.) konten. Oleh karena itu, untuk memahami konteks, mungkin diperlukan pendapat ahli, seperti ahli bahasa, ahli psikologi, dan ahli komunikasi.
Adalah Par-Partners yang memberikan solusi, membela, dan melindungi kepentingan hukum anda. Jasa layanan pengacara profesional yang telah berpengalaman menangani berbagai macam perkara hukum baik melalui jalur non-litigasi (Musyawarah) maupun Litigasi di Pengadilan. Sebagai pengacara profesional kami selalu membuka komunikasi dua arah dengan klien, melayani kebutuhan klien dalam menghadapi perkara hukum baik secara tertulis maupun lisan. Profesionalitas dan integritas sebagai pengacara selalu kami kedepankan dalam melayani klien kami, sehingga klien akan merasa aman dan nyaman.
Kantor Pusat :
Jl. By Pass Ngurah Rai Kelan, Komplek Ruko Citra Bali No. 2, Kuta, Badung, Bali.
Kantor Cabang :
Jl. Raya Giriemas - Jagaraga, Singaraja, Buleleng, Bali.
Email : info@par-partners.com
Kontak :
Tlp/Wa (24 Jam) : 081239677888