Perlindungan Data Pribadi di Indonesia: UU Sudah Ada, Tapi Siapkah Kita Mengawalnya?
Tanggal: 7 Mei 2025 10:12 wib.
Tampang.com | Di era digital saat ini, data pribadi bukan lagi sekadar identitas, tapi aset yang bernilai tinggi. Sayangnya, Indonesia masih rentan terhadap kebocoran data, baik dari sektor swasta maupun lembaga publik. Sepanjang 2022 hingga 2024, lebih dari 200 juta data warga diduga bocor dan diperjualbelikan di forum gelap dunia maya.
Sebagai respons, pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) pada Oktober 2022. Tapi, dua tahun setelahnya, pertanyaan penting masih menggantung: apakah Indonesia sudah siap mengawal dan menegakkan perlindungan data secara menyeluruh?
Isi Pokok UU PDP dan Tujuannya
UU PDP mengatur hak-hak pemilik data, kewajiban pengendali data (data controller), serta sanksi pidana dan administratif atas pelanggaran. Tujuan utamanya adalah menjamin keamanan dan privasi pengguna dalam dunia digital yang makin terhubung.
Namun, menurut riset dari SAFEnet dan ELSAM, banyak perusahaan — bahkan instansi pemerintah — belum memahami atau menerapkan prinsip dasar dari UU ini. “Sebagian besar institusi belum memiliki DPO (Data Protection Officer), padahal ini salah satu kewajiban kunci,” kata Damar Juniarto, Direktur Eksekutif SAFEnet.
Lemahnya Penegakan dan Kesiapan Infrastruktur
Salah satu kendala besar adalah belum adanya lembaga independen pengawas perlindungan data, seperti yang dimiliki Uni Eropa lewat GDPR. Di Indonesia, fungsi ini masih berada di bawah Kominfo, yang justru sering menjadi sorotan akibat beberapa kasus kebocoran data publik.
“Bayangkan, lembaga yang seharusnya diawasi justru jadi pengawas. Ini ibarat ‘serigala menjaga kandang domba’,” ujar pakar hukum siber, Dr. Arief Wibowo, dari Universitas Padjadjaran.
Selain itu, banyak sistem informasi yang masih lemah dalam hal enkripsi, audit keamanan, dan kontrol akses, terutama di pemerintahan daerah dan layanan publik.
Masyarakat Masih Minim Kesadaran Digital
Tantangan lain adalah kesadaran masyarakat soal pentingnya data pribadi. Banyak orang masih asal membagikan NIK, nomor telepon, bahkan KTP melalui media sosial atau aplikasi tanpa membaca syarat dan ketentuan. Padahal, ini bisa menjadi celah pencurian identitas (identity theft) yang marak di e-commerce dan pinjaman online.
Perlu edukasi digital yang masif, mulai dari sekolah hingga ruang publik, agar warga tahu haknya dan tidak mudah menjadi korban penyalahgunaan data.
Jalan Panjang Menuju Kedaulatan Data
Meski tantangannya besar, disahkannya UU PDP adalah langkah awal penting menuju kedaulatan data nasional. Pemerintah harus mempercepat pembentukan otoritas pengawas independen, mendorong audit teknologi di semua sektor, serta menjalin kerja sama dengan sektor swasta untuk memperkuat standar keamanan data.
Jika tidak, Indonesia akan terus menjadi “ladang panen” bagi para peretas dan penyalahguna data. Di tengah gempuran transformasi digital, perlindungan data pribadi bukan lagi pilihan, tapi kebutuhan mendesak.