Perangi Hoaks Pemilu, Tapi Hoaks yang Enak Disebar Tetap Dapat Like
Tanggal: 30 Apr 2025 19:07 wib.
Tampang.com | Menteri Komunikasi dan Informatika kembali mengajak masyarakat untuk bersama-sama memerangi hoaks pemilu demi menjaga stabilitas demokrasi. Namun, di lapangan digital, netizen tampaknya masih sibuk memilah hoaks mana yang lebih viral dan bisa bikin rame grup keluarga.
“Jangan sebar informasi yang tidak jelas sumbernya,” kata Menteri. Tapi sayangnya, informasi dengan sumber jelas seringkali kalah cepat dibanding meme buram yang disertai narasi penuh tanda seru.
Hoaks: Musuh Demokrasi atau Hiburan Harian?
Di tengah seruan melawan hoaks, sebagian warga justru menjadikan hoaks sebagai konten hiburan alternatif. Bahkan ada yang bilang, “Kalau nggak ada hoaks, grup WA sepi.”
Hoaks pemilu kini punya rating tersendiri:
Hoaks biasa = diabaikan
Hoaks agak menyeramkan = dikomentari
Hoaks bombastis dengan huruf kapital semua = di-share ke lima grup tanpa baca
Antara Literasi Digital dan Share Tanpa Dosa
Pemerintah memang rutin melakukan sosialisasi literasi digital, tapi netizen sudah lebih dulu lulus dari Universitas Forward Tanpa Verifikasi.
“Kami harap masyarakat lebih bijak,” ujar pejabat.
Tapi di saat yang sama, netizen lebih percaya postingan akun anonim dengan logo elang dan watermark kabur.
Siapa yang Layak Disebut “Hoaks”?
Pertanyaan abadi: Apa benar itu hoaks? Atau cuma perbedaan narasi elite?
Beberapa warganet bahkan menyindir:
“Kalau pemerintah bilang A itu benar, dan oposisi bilang B itu benar, yang jelas rakyat tetap bingung tapi tetap disuruh bijak.”
Ketika Fakta Gagal Jadi Trending
Sayangnya, fakta yang akurat dan lengkap sering kali tidak cukup "menggigit" untuk jadi viral.
Yang meledak justru postingan berjudul: “Kecurangan Terstruktur!!!” dengan foto blur dan link YouTube 3 jam tanpa subtitle.
Hoaks Diperingatkan, Tapi Masih Jadi Favorit
Jadi, perang melawan hoaks memang penting. Tapi selama like, share, dan komen masih bisa dikumpulkan dari hoaks yang sensasional, sepertinya perang ini akan panjang.
Dan seperti biasa, rakyat jadi korban—antara percaya setengah-setengah dan takut dibilang kurang update.