Peran BLU dalam Pengelolaan Nilai Tambah Museum dan Cagar Budaya
Tanggal: 4 Apr 2024 08:37 wib.
Badan Layanan Umum (BLU) yang akan menggantikan Indonesian Heritage Agency (IHA) memiliki peran yang lebih besar dalam pengelolaan aset-aset Museum dan Cagar Budaya (MCB) Indonesia dengan lebih terintegrasi. Hal ini disampaikan oleh Plt Kepala MCB sekaligus Direktur Perfilman, Musik dan Media Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (PMM Kemedikbudristek), Ahmad Mahendra. Ia menyatakan bahwa MCB memiliki aset yang tidak ternilai sebagai kekayaan bangsa Indonesia, dan keberadaan IHA sebagai BLU sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan pengelolaan nilai tambah dari aset-aset tersebut.
Menurut Mahendra, transformasi tersebut didasari oleh Undang-Undang No. 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Dengan adanya undang-undang ini, fokus pemerintah terhadap cagar budaya tidak hanya pada upaya perlindungan, namun juga pengembangan dan pemanfaatan. Selain itu, MCB di Indonesia diperlukan pengelolaan secara komprehensif agar bisa dimanfaatkan sesuai dengan latar belakang aset-aset yang ditampilkan, bukan hanya didorong untuk memberikan nilai ekonomi semata. Sebagai BLU, IHA akan bertanggung jawab atas pengelolaan 18 museum, seperti Museum Nasional Indonesia Jakarta, Galeri Nasional Indonesia Jakarta, Museum Manusia Purba Sangiran, dan Museum Benteng Vredeburg di Yogyakarta. Selain itu, 34 situs cagar budaya juga akan menjadi tanggung jawab BLU, antara lain Kawasan Percandian Muaro Jambi, Situs Gunung Padang Cianjur, Candi Borobudur Jawa Tengah, dan Situs Leang Timpuseng di Sulawesi Selatan.
BLU MCB bertugas untuk mengelola setiap pemasukan yang didapat dari tiap obyek MCB yang masuk dalam lingkupnya. Sebelumnya, pengelolaan ini dilakukan dengan mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, setelah dibentuk sebagai BLU, IHA bisa langsung mengelola dana yang terhimpun, baik dari penjualan tiket maupun dukungan investor, untuk perlindungan dan pemanfaatan MCB, supaya bisa lebih bernilai tambah.
Transformasi BLU MCB juga akan mencakup reimajinasi narasi, lokasi, peninggalan, tata letak pameran, dan berbagai program interaktif. Hal ini bertujuan untuk lebih mengedepankan kreativitas dalam pemajuan kebudayaan dan peningkatan layanan. Museum dan situs warisan tidak hanya menjadi ruang pameran dan penyimpanan, tetapi juga harus memiliki interpretasi dan ruang untuk terhubung dengan masyarakat.
Reimagining warisan budaya di MCB melibatkan tiga aspek utama, yaitu reprogramming yang fokus pada pembaruan kuratorial dan koleksi; redesigning yakni renovasi bangunan dan ruang yang estetis, aman, dan nyaman; serta reinvigorating atau penguatan kelembagaan melalui profesionalisme dan peningkatan kompetensi individu dengan standar tertinggi. Setiap MCB akan dikembangkan sesuai dengan latar belakangnya, misalnya Candi Borobudur akan dikembangkan berdasarkan narasi dan interpretasi yang ada agar pengunjung tidak salah menangkap makna dari Borobudur. Sedangkan Candi Muaro Jambi diperkirakan akan menjadi salah satu warisan budaya penting yang membutuhkan layanan yang menekankan pada hening dan spiritualitas.
Dengan transformasi menjadi BLU, diharapkan pengelolaan museum dan cagar budaya di Indonesia akan semakin terarah dan bersinergi, serta mampu memberikan dampak positif lebih besar bagi pemeliharaan aset budaya bangsa. Adanya Badan Layanan Umum ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan dan pengembangan MCB secara berkelanjutan, serta mampu menghasilkan nilai tambah yang signifikan baik dari segi budaya maupun ekonomi bagi masyarakat Indonesia.