Penunjukan Irjen Muhammad Iqbal sebagai Sekjen DPD RI Dinilai Langgar UU
Tanggal: 20 Mei 2025 22:27 wib.
Tampang.com | Pengangkatan Irjen Polisi aktif Muhammad Iqbal sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) memicu sorotan tajam. Pasalnya, keputusan ini dinilai bertentangan dengan ketentuan dalam dua undang-undang yang berlaku.
Peneliti Formappi (Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia), Lucius Karus, menyatakan bahwa pengangkatan perwira tinggi Polri aktif ke posisi strategis di lembaga negara non-polisi seperti DPD RI melanggar prinsip dasar regulasi yang mengatur institusi kepolisian dan parlemen.
“Pada dasarnya, anggota Polri tidak boleh menduduki jabatan di luar kepolisian kecuali sudah pensiun atau mengundurkan diri,” ujar Lucius kepada Kompas.com, Senin (19/5/2025).
Lucius merujuk pada Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, yang menyebutkan secara eksplisit bahwa anggota Polri hanya dapat mengemban jabatan di luar institusi apabila telah berhenti secara resmi dari dinas aktif. Sementara itu, UU MD3 Pasal 414 ayat (2) menegaskan bahwa posisi Sekjen DPD seharusnya diisi oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) profesional, bukan dari latar belakang militer atau kepolisian aktif.
"Ini benar-benar mengejutkan. Tiba-tiba posisi sekjen yang sangat strategis diserahkan kepada seorang perwira tinggi Polri aktif. Apa landasan hukumnya?" kata Lucius dengan nada heran.
Ia juga menyoroti persoalan etika dan potensi konflik kepentingan dalam pelantikan ini. Menurutnya, jabatan Sekjen membawa tanggung jawab besar dalam membantu kerja-kerja DPD secara administratif dan strategis. Bila jabatan ini diisi oleh polisi aktif, akan muncul pertanyaan: siapa yang akan menjadi atasan utama Sekjen—Kapolri atau Pimpinan DPD?
"Hierarki dan loyalitas jadi kabur. Ini berisiko menyandera independensi Kesekretariatan Jenderal DPD," tegas Lucius.
Sebagai informasi, pelantikan Irjen Muhammad Iqbal sebagai Sekjen DPD RI telah dilaksanakan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 79/TPA Tahun 2025. Keppres tersebut mengatur tentang pengangkatan dan pemberhentian pejabat tinggi madya di lingkungan Sekretariat Jenderal DPD RI.
Meski secara administratif telah disahkan melalui Keppres, kontroversi mengenai legalitas dan etika pengangkatan ini diperkirakan masih akan terus bergulir, terutama dari kalangan pemerhati parlemen dan pegiat tata kelola pemerintahan yang bersih.