Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Tuai Kontroversi: DPR Minta Penundaan tapi Menteri Fadli Zon Bersikukuh Lanjutkan
Tanggal: 3 Jul 2025 12:15 wib.
Anggota Komisi X DPR RI, Habib Syarief Muhammad, secara terbuka meminta agar proyek penulisan ulang sejarah Indonesia yang saat ini sedang digagas oleh Kementerian Kebudayaan ditunda. Permintaan ini disampaikan dalam rapat kerja bersama Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/7/2025).
Habib, yang mewakili Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), menyatakan bahwa banyak fraksi di DPR memberikan perhatian khusus terhadap proyek tersebut. Menurutnya, jika prosesnya tetap berjalan tanpa kejelasan dan membuka ruang kontroversi, maka penundaan merupakan langkah paling bijak.
“Sebagian besar fraksi memberikan catatan serius terhadap proyek penulisan sejarah ini. Untuk menghindari kontroversi yang terus berulang, kami dari Fraksi PKB meminta agar proyek ini ditunda terlebih dahulu,” ujar Habib dalam rapat tersebut.
Habib menyoroti beberapa permasalahan utama dalam pelaksanaan proyek ini. Salah satunya adalah kesan bahwa penulisan ulang sejarah ini dilakukan secara tertutup dan terburu-buru. Ia menyampaikan bahwa sampai saat ini belum ada kejelasan mengenai siapa saja yang tergabung dalam tim penulis sejarah tersebut.
"Pak Menteri pernah menyampaikan bahwa akan dilakukan sosialisasi awal dalam waktu singkat. Namun, sampai hari ini kami belum menerima informasi apa pun mengenai hal itu,” katanya.
Lebih lanjut, Habib menyebut bahwa waktu tujuh bulan yang direncanakan untuk menyelesaikan proyek tersebut terlalu singkat untuk menulis ulang sejarah bangsa secara komprehensif dan akurat.
“Setelah saya berdiskusi dengan beberapa pihak, mereka sepakat bahwa waktu tujuh bulan itu sangat tidak cukup. Proses ini seharusnya dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan ketelitian, mengingat sejarah merupakan pijakan penting bagi masa depan bangsa,” lanjutnya.
Meski mendapat desakan dari anggota dewan untuk menunda proyek, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan bahwa penulisan ulang sejarah Indonesia akan tetap berjalan sesuai rencana. Ditemui wartawan seusai rapat, Fadli meminta publik agar tidak langsung menilai secara negatif proyek tersebut sebelum melihat hasil akhirnya.
“Rencananya memang akan ada uji publik. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kita lihat dulu hasilnya, jangan buru-buru menghakimi sebelum prosesnya selesai,” ujar Fadli.
Ia menjelaskan bahwa saat ini proses penulisan sejarah tersebut masih berlangsung dan menekankan pentingnya mengingat dan mencatat sejarah bangsa. Ia pun mengutip pernyataan Presiden pertama RI, Soekarno, tentang pentingnya tidak melupakan sejarah.
“Kita harus menulis sejarah, bukan melupakannya. Bung Karno sudah mengingatkan kita, jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah. Jadi, bagaimana bisa sekarang ada tuntutan agar kita tidak menulis sejarah kita sendiri?” katanya.
Fadli juga menekankan bahwa penulisan ulang ini tidak bertujuan untuk menampilkan sejarah secara detail. Jika ada pihak yang menginginkan rincian lengkap, ia menyarankan untuk membuat versi sendiri secara terpisah.
“Yang sedang kami kerjakan adalah narasi sejarah secara umum. Kalau ingin detail, tentu harus ada kajian atau buku tersendiri,” ujarnya.
Menanggapi isu yang menyebutkan bahwa proyek ini mengabaikan peristiwa-peristiwa kelam dalam sejarah, seperti kasus kekerasan seksual pada tahun 1998, Fadli membantah dengan tegas. Ia menyatakan bahwa dirinya tidak pernah menyangkal peristiwa tersebut dan justru telah membaca laporan yang disusun oleh Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).
“Saya tidak pernah menegasikan peristiwa itu. Tadi juga saya sudah jelaskan secara terbuka di rapat. Saya sangat menentang segala bentuk kekerasan, apalagi terhadap perempuan,” tegasnya.
Menurut Fadli, setiap bentuk pelecehan, kekerasan, dan perundungan terhadap perempuan harus dikutuk dan tidak bisa dibenarkan dalam keadaan apa pun. Ia menegaskan bahwa pengungkapan sejarah harus tetap memperhatikan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan.
“Semua bentuk kekerasan, terutama terhadap perempuan, harus kita kutuk. Itu sikap saya secara pribadi maupun sebagai pejabat negara,” tutup Fadli.
Dengan dinamika yang terjadi saat ini, publik masih menantikan bagaimana kelanjutan proyek penulisan ulang sejarah Indonesia ini akan berlangsung. Apakah pemerintah akan mempertimbangkan masukan dari DPR, atau tetap melanjutkan sesuai jadwal, waktu yang akan menjawab. Namun yang pasti, proyek ini akan menjadi perhatian besar masyarakat luas karena menyangkut narasi kolektif bangsa.