Penjelasan BMKG soal Potensi Kemarau Basah jika Terjadi La Nina
Tanggal: 27 Mei 2024 10:47 wib.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengungkapkan adanya potensi terjadinya anomali iklim La Nina pada tahun 2024. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyampaikan hal tersebut di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Bali, pada Kamis (23/5) yang lalu. Ia menyebut bahwa musim kemarau saat ini berpotensi basah apabila terjadi La Nina.
Menurut Dwikorita, BMKG belum dapat menyimpulkan secara pasti akan terjadi La Nina. Meskipun terdapat kecenderungan La Nina yang lemah, hal ini masih perlu dikonfirmasi lebih lanjut karena data-data yang tersedia masih kurang, namun terdapat tren ke arah tersebut. Dikatakan bahwa apabila La Nina benar-benar terjadi, musim kemarau akan cenderung basah.
Hingga saat ini, anomali iklim yang menjadi pemicu kekeringan, yaitu El Nino, telah berstatus netral setelah terdeteksi setidaknya sejak Juli 2023. Sementara itu, lawannya, La Nina, diprediksi akan segera muncul.
Dalam Ikhtisar Cuaca Harian tanggal 22-24 Mei, BMKG mengungkapkan bahwa Indeks NINO 3.4, yang merupakan variabel utama pemantauan El Nino, bernilai +0.35, yang tidak signifikan terhadap peningkatan hujan di wilayah Indonesia (netral).
El Nino dan La Nina merupakan bagian dari fenomena El Nino-Southern Oscillation (ENSO). Kedua pola iklim ini melibatkan perubahan suhu permukaan laut (SST) di Samudera Pasifik tropis bagian tengah dan timur.
El Nino dikatakan muncul apabila indeks NINO 3.4 lebih besar atau sama dengan +0,5. Sementara itu, La Nina akan muncul ketika indeksnya kurang dari atau sama dengan -0,5. Kedua kondisi ini menandakan ENSO berstatus netral.
Suhu permukaan laut (SST) di Pasifik tengah dan timur juga terpantau mendingin sejak Desember 2023, disertai dengan suhu air di bawah permukaan yang jauh lebih dingin dibandingkan rata-rata.
International Research Institute for Climate and Society (IRI) menyampaikan bahwa La Nina memiliki kemungkinan besar muncul pada periode Agustus-Oktober 2024 hingga Desember-Februari 2025. Menurut lembaga ini, pada periode Mei-Juni-Juli, La Nina berpeluang 7 persen, ENSO Netral 83 persen, dan El Nino 10 persen. Sementara pada periode Oktober-November-Desember, peluang La Nina mencapai 69 persen, Netral 26 persen, dan El Nino 5 persen.
Dwikorita menegaskan bahwa pemodelan atau prediksi La Nina sangat penting dalam upaya menghindari kegagalan panen, terutama bagi para petani. Prediksi La Nina mampu memberikan informasi terkait zona-zona mana yang akan menerima curah hujan melampaui rata-rata normalnya, sehingga petani dapat menyesuaikan tanaman yang akan ditanam dengan curah hujan yang diperkirakan.
Prediksi La Nina juga dapat membantu petani untuk menghindari tanaman yang tidak cocok dengan curah hujan tinggi, sehingga potensi gagal panen dapat diminimalisir.
Hingga saat ini, sejumlah wilayah di Indonesia telah diprediksi masuk ke dalam periode musim kemarau, termasuk Jakarta. Puncak kemarau diprakirakan terjadi pada bulan Juli dan Agustus, di mana sejumlah daerah diharapkan dapat bersiap menghadapi kemungkinan banyaknya jumlah daerah yang mengalami kekeringan.