Penelitian Terbaru BRIN: Mengungkap Akar Masalah Bunuh Diri di Kalangan Remaja
Tanggal: 30 Jul 2024 21:08 wib.
Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yurika Fauzia Wardhani, menyatakan bahwa kasus bunuh diri belakangan ini mayoritas menyangkut individu berusia muda. Yurika mengatakan bahwa informasi yang dikumpulkannya dari 2012 hingga 2023 menunjukkan bahwa jumlah tertinggi kasus bunuh diri terjadi pada usia produktif, seperti remaja dan dewasa. Hal ini menjadi perhatian serius, karena fenomena bunuh diri di kalangan usia muda memiliki dampak yang luas tidak hanya bagi individu yang melakukan, tetapi juga bagi lingkungan sekitarnya.
Menurut Yurika, bunuh diri merupakan fenomena yang sangat kompleks, dan akarnya masih merupakan masalah yang belum dapat dipastikan secara spesifik. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa setiap tahunnya terdapat lebih dari 800 ribu insiden bunuh diri di seluruh dunia. Dari data tersebut, sebagian besar dilakukan oleh individu yang berusia produktif. Di sini, penting untuk memahami pemicu-pemicu bunuh diri di usia muda agar dapat dilakukan upaya pencegahan yang efektif.
Pada kelompok usia remaja, bunuh diri sering kali dipicu oleh berbagai tekanan yang datang dari lingkungan akademis, sosial, serta harapan tinggi untuk mencapai prestasi yang tinggi dalam bidang akademik. Hal ini dapat berupa tekanan untuk berprestasi di sekolah, beradaptasi dengan perubahan hormon dan emosi, konflik dalam keluarga, bahkan hingga bullying baik secara langsung maupun melalui media sosial. Semua ini menjadi beban yang berat bagi remaja dan seringkali kurang didukung dengan adanya kebutuhan akan dukungan sosial yang memadai.
Tidak jauh berbeda, pada usia dewasa, masalah yang memicu bunuh diri juga memiliki kesamaan dengan usia remaja. Faktor-faktor seperti tekanan ekonomi, masalah kesehatan mental, dan krisis hubungan seringkali menjadi pemicu yang memicu individu untuk akhirnya mengambil keputusan tragis tersebut. Di samping itu, bunuh diri pada usia lansia juga menjadi perhatian tersendiri. Penyakit kronis, rasa kesepian, dan sulitnya mendapatkan dukungan psikologis menjadi faktor-faktor yang mendorong bunuh diri pada usia lanjut.
Pentingnya Pemahaman Pemicu Bunuh Diri dan Upaya Pencegahan
Dilihat dari segi gender, jumlah kasus bunuh diri pada pria cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Yurika menyoroti budaya patriarki yang masih melekat kuat dalam masyarakat, di mana laki-laki seringkali dianggap harus tegar dan kuat. Hal ini menyebabkan pria sulit untuk berbagi suasana hati atau masalah yang mereka hadapi. Dampaknya adalah terjadinya insiden bunuh diri dengan berbagai cara, seperti minum racun, melukai diri dengan alat, atau bahkan melompat dari tempat yang tinggi.
Untuk mencegah kasus bunuh diri, Yurika menekankan pentingnya peningkatan kesadaran dan pendidikan, layanan kesehatan mental yang lebih baik, serta dukungan yang lebih besar bagi keluarga dan komunitas. Pengembangan program pencegahan bunuh diri yang holistik juga menjadi hal yang sangat diperlukan. Program ini harus didukung dengan penelitian-penelitian yang mendalam serta pencatatan data yang akurat agar upaya pencegahan dapat dilakukan secara tepat sasaran.
Selain itu, kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN, Ni Luh Putu Indi Dharmayanti, menegaskan bahwa bunuh diri tidak hanya berdampak pada individu yang melakukan, tetapi juga kepada keluarga, lingkungan kerja, dan masyarakat luas. Kehilangan seseorang pada usia produktif tidak hanya berarti kehilangan potensi individu tersebut, tetapi juga kontribusi yang dapat diberikan untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, pencegahan bunuh diri tidak hanya menjadi tanggung jawab individu, tetapi juga tanggung jawab bersama bagi masyarakat.
Upaya pencegahan bunuh diri harus dilakukan melalui pemahaman yang lebih mendalam terhadap faktor penyebab bunuh diri, termasuk tekanan ekonomi, kondisi kesehatan mental, serta kurangnya dukungan sosial. Pendekatan yang holistik perlu diterapkan dengan menggabungkan aspek medis, psikologis, pendidikan, kampanye kesadaran, dan kebijakan yang mendukung kesehatan mental. Dengan pemahaman yang lebih baik terhadap pemicu bunuh diri, dapat dikembangkan strategi pencegahan yang lebih efektif guna menjaga kesehatan mental dan mencegah terjadinya tindakan bunuh diri.
Dalam menghadapi fenomena bunuh diri di kalangan usia muda, perlu adanya kolaborasi antarinstansi, seperti kesehatan, pendidikan, dan masyarakat, dalam upaya pencegahan bunuh diri. Kerjasama yang solid akan memungkinkan ditemukannya solusi yang lebih holistik dan efektif. Dengan demikian, upaya pencegahan bunuh diri di kalangan usia muda dan seluruh kelompok usia akan dapat dilakukan secara lebih terencana dan efektif.