Sumber foto: Tempo.co

Pemilu Diwarnai Kekerasan, Legitimasi Pemerintah Baru Dipertanyakan!

Tanggal: 1 Jun 2025 09:41 wib.
Tampang.com | Demokrasi kembali menghadapi ujian berat di tengah penyelenggaraan pemilu di sebuah negara berkembang yang sedang krisis. Kekerasan, intimidasi, hingga manipulasi suara menjadi sorotan utama, memunculkan pertanyaan besar tentang legitimasi pemerintahan baru yang terbentuk.

Pesta Demokrasi yang Berubah Jadi Mimpi Buruk

Alih-alih menjadi momen peralihan kekuasaan yang damai, pemilu justru diwarnai bentrokan berdarah di berbagai kota. Kelompok oposisi dan simpatisan mengalami penganiayaan, dan laporan intimidasi terhadap pemilih tersebar luas di media sosial. Banyak TPS dipenuhi aparat bersenjata lengkap yang justru menciptakan ketakutan, bukan perlindungan.

“Suara kami dicuri di depan mata, ini bukan demokrasi,” ujar seorang warga yang enggan disebut namanya. Kekhawatiran ini meluas ke berbagai lapisan masyarakat yang merasa proses pemilu sudah dikendalikan oleh elit tertentu.

Laporan Pelanggaran Mengalir, Tapi Tak Ada Tindakan Tegas

Komisi pemilihan dan lembaga pengawas dianggap tak berdaya, bahkan dituding ikut terlibat dalam skenario kecurangan. Ribuan laporan masuk, mulai dari penghilangan surat suara, pemilih fiktif, hingga intimidasi saksi di TPS.

Namun, hingga hasil akhir diumumkan, tak ada satu pun pelanggaran besar yang ditindak secara transparan. Pemerintah pun langsung mengklaim kemenangan, memantik gelombang protes di ibu kota dan daerah-daerah lainnya.

Dunia Internasional Bersikap Hati-hati

Beberapa negara sahabat memberi ucapan selamat secara diplomatis, namun mayoritas memilih berhati-hati, mengingat laporan kekerasan dan pelanggaran yang begitu mencolok. Organisasi internasional yang mengirim pemantau juga mencatat adanya penyimpangan serius dalam proses pemilu.

“Jika rakyat tidak percaya hasil pemilu, maka stabilitas negara terancam dalam jangka panjang,” tegas seorang pakar politik global. Ia menambahkan bahwa legitimasi yang lahir dari kecurangan hanya akan menciptakan pemerintahan yang rapuh.

Gelombang Protes Tak Terbendung

Ribuan orang turun ke jalan dalam aksi damai menuntut pemilu ulang. Namun unjuk rasa ini dibalas dengan tindakan represif: gas air mata, penangkapan massal, bahkan beberapa korban luka akibat peluru karet. Kondisi ini semakin memperburuk citra pemerintah baru yang belum genap seminggu diumumkan.

Media internasional ramai memberitakan ketegangan politik ini, sementara pemerintah bersikeras menyebut situasi “aman dan terkendali”.

Demokrasi Tak Boleh Jadi Formalitas

Pemilu yang demokratis bukan sekadar soal jumlah suara, tapi bagaimana suara rakyat dihormati. Ketika prosesnya dipenuhi kekerasan dan kecurangan, maka demokrasi hanya jadi topeng legitimasi bagi kekuasaan yang tak berlandaskan kepercayaan publik.

Jika tak ada pembenahan menyeluruh dan pemulihan kepercayaan masyarakat, maka krisis ini hanya akan memperpanjang instabilitas politik yang merugikan semua pihak.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved