Pemerintahan Thailand Terancam Hancur Buntut Bocornya Pembicaraan PM Paetongtarn dan Hun Sen
Tanggal: 23 Jun 2025 13:46 wib.
Pemerintahan Thailand kini menghadapi ancaman serius setelah bocornya percakapan telepon antara Perdana Menteri (PM) Paetongtarn Shinawatra dan mantan PM Kamboja, Hun Sen. Kebocoran ini telah menimbulkan kemarahan di kalangan masyarakat dan mengundang reaksi keras dari berbagai pihak. Sejumlah pihak, termasuk koalisi penting dari Partai Peu Thay, yang merupakan partai yang dipimpin oleh Paetongtarn, bahkan memutuskan untuk mundur dari koalisi pemerintahan.
Dalam percakapan yang telah membuat heboh ini, Paetongtarn menyapa Hun Sen dengan sebutan "paman" dan tampaknya menunjukkan niat untuk memecat seorang komandan militer Thailand. Pembicaraan tersebut terungkap di tengah meningkatnya ketegangan antara kedua negara di perbatasan. Dalam laporan oleh BBC pada 19 Juni 2025, para kritikus mengecam sikap Paetongtarn yang dinilai terlalu menghormati Hun Sen, dan berkomentar bahwa ia berjanji untuk memenuhi banyak kebutuhan pemimpin Kamboja itu.
Statistik menunjukkan bahwa hubungan militer dan politik antara Thailand dan Kamboja telah mengalami penurunan yang drastis, dan kebocoran percakapan ini memperparah situasi. Para pengkritik menyatakan bahwa tindakan Paetongtarn berisiko melemahkan posisi militer Thailand, yang selama ini dianggap sebagai salah satu kekuatan utama dalam pemerintahan.
Dalam percakapan yang terdengar, Paetongtarn dilaporkan memberikan informasi kepada Hun Sen bahwa komandan militer Thailand yang menangani ketegangan di perbatasan tersebut “hanya ingin terlihat keren” dan menyampaikan hal-hal yang dianggap tidak berarti. Keluarga Shinawatra, yang dikenal luas di Thailand, memang memiliki hubungan dekat dengan keluarga Hun Sen. Hubungan baik ini sudah terjalin lama, dimana Hun Sen dan ayah Paetongtarn, Thaksin Shinawatra, dikenal saling menganggap sebagai saudara angkat.
Setelah bocornya pembicaraan tersebut, Paetongtarn berusaha membela diri dengan menyatakan bahwa negosiasi tersebut merupakan bagian dari teknik diplomasi. Namun, pihak oposisi terus menyerukan agar ia mengundurkan diri dari jabatannya. Terlebih lagi, Hun Sen mengklaim bahwa ia membagikan rekaman audio tersebut kepada 80 politisi dan informasi tersebut bocor ke publik.
Hun Sen kemudian mengunggah rekaman berdurasi 17 menit tersebut di akun Facebook pribadinya, semakin memperkeruh suasana. Paetongtarn, yang baru mencalonkan diri sebagai PM pada Agustus lalu, setelah pendahulunya Srettha Thavisin diberhentikan oleh Mahkamah Konstitusi Thailand, kini menghadapi tekanan yang sangat besar. Dalam keadaan terjepit ini, Kementerian Luar Negeri Thailand mengeluarkan surat kepada Duta Besar Kamboja, yang mengemukakan kekecewaan atas kebocoran pembicaraan tersebut dengan menyebutnya sebagai masalah serius yang dapat mengganggu hubungan antar negara.
Meningkatnya ketegangan di perbatasan antara Thailand dan Kamboja semakin jelas setelah insiden tragis yang menewaskan seorang tentara Kamboja dalam bentrokan yang terjadi pada bulan Mei lalu. Hubungan bilateral antara kedua negara kini berada dalam kondisi yang sangat buruk, bahkan merupakan titik terendah dalam lebih dari satu dekade. Kamboja sendiri merespons dengan melarang impor barang-barang dari Thailand, mencakup buah, sayuran, serta layanan internet dan listrik.
Tak hanya itu, drama dan program Thailand pun dilarang ditayangkan di televisi dan bioskop Kamboja sebagai bentuk protes terhadap kondisi yang ada. Langkah-langkah ekonomi dan kebijakan yang saling membatasi di perbatasan menunjukkan betapa seriusnya situasi ini.
Kini, Paetongtarn menghadapi tantangan besar dalam mengelola keadaan yang semakin sulit ini. Dapat dilihat bahwa konsekuensi dari bocornya percakapan ini bukan hanya berdampak pada hubungan pribadi antara kedua pemimpin, tetapi juga pada seluruh stabilitas pemerintahan Thailand yang baru berdiri.