Pemerintah Susun RAN 2025-2029 untuk Lindungi Penyu dan Cetacea
Tanggal: 30 Jun 2025 10:48 wib.
Pemerintah Indonesia kini tengah memperkuat komitmennya dalam melindungi spesies laut yang terancam punah, melalui penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN) untuk Konservasi Penyu dan Cetacea periode 2025-2029. Konsultasi publik yang diadakan pada proses ini bertujuan untuk mendapatkan masukan dari berbagai pihak terkait, sehingga dapat merumuskan arah yang lebih jelas dalam perlindungan species seperti penyu, paus, dan lumba-lumba di perairan Indonesia dalam lima tahun ke depan.
Direktur Konservasi Spesies dan Genetik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Sarmintohadi, menegaskan bahwa upaya konservasi tidak dapat dilakukan secara terpisah. “Pendekatan kolaboratif adalah kunci keberhasilan,” ujarnya, menekankan bahwa dokumen RAN ini harus lebih dari sekedar perencanaan; harus dilaksanakan secara konkret oleh semua pihak terkait sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing.
Penyusunan dokumen ini melibatkan berbagai stakeholder, termasuk instansi pemerintah, akademisi, peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta organisasi masyarakat sipil yang memiliki perhatian terhadap isu kelangsungan hidup penyu dan cetacea. Forum diskusi ini membahas kondisi terkini spesies-sepesies tersebut, tantangan dalam pengelolaan habitat yang sangat penting, serta strategi perlindungan di tengah meningkatnya tekanan dari aktivitas manusia serta dampak perubahan iklim.
Salah satu aspek esensial yang dibahas adalah matriks aksi dalam RAN, yang mencakup tujuan, indikator, lokasi prioritas, dan penanggung jawab pelaksana. Melalui berbagai sesi, para ahli dari BRIN dan Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar diundang untuk memberikan pemaparan yang mendalam mengenai masalah-masalah yang dihadapi, serta potensi solusi yang bisa diterapkan.
Koordinator Nasional untuk Spesies Laut Dilindungi dan Terancam Punah dari Yayasan WWF Indonesia, Ranny R. Yunaeni, menekankan perlunya merancang kebijakan konservasi yang berbasis pada data dan penelitian ilmiah terkini. Ia berpendapat bahwa rencana aksi harus mengintegrasikan perlindungan habitat, penguatan kelembagaan lokal, penegakan hukum, serta pemanfaatan teknologi dalam berbagai upaya untuk mengurangi ancaman terhadap populasi penyu dan cetacea.
Dalam konteks lokal, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, Ir. Putu Sumardiana, kembali menyoroti warisan budaya dan nilai luhur yang mengedepankan kehidupan harmonis dengan alam. Ia mengacu pada ajaran Sad Kerthi yang menjadi panduan masyarakat Bali dalam menjaga laut dan ekosistemnya. “Pengelolaan kawasan konservasi adalah amanah yang harus dijalankan seiring dengan berkembangnya ancaman terhadap spesies dilindungi,” ujarnya.
Dari hasil konsultasi publik tersebut, beberapa pencapaian penting panitia meliputi terbentuknya Centre of Excellence (CoE) untuk konservasi penyu di tiga lokasi strategis. Selain itu, upaya perlindungan yang berkelanjutan sudah mulai terpadu dengan berbagai upaya mitigasi. Pihak forum juga berhasil mengidentifikasi langkah-langkah untuk menghadapi dampak negatif dari penangkapan ikan dan aktivitas transportasi laut, serta menyusunnya dalam pedoman mitigasi yang akan memberikan panduan untuk menjaga kelestarian cetacea di lingkungan pesisir dan pantai.
Rangkaian kegiatan ini ditutup dengan pernyataan komitmen bersama untuk menyelesaikan dan memfinalisasi dokumen RAN Konservasi Penyu dan Cetacea 2025-2029. Diharapkan dokumen ini akan berfungsi sebagai acuan bagi semua pemangku kepentingan untuk bersinergi dalam menjaga spesies laut yang dilindungi di Indonesia. Melalui kerja sama yang erat dan terpadu, semoga upaya ini akan menghasilkan dampak positif untuk keberlanjutan keanekaragaman hayati laut di tanah air.