Pemerintah RI Menetapkan Aturan Baru Terkait Ekspor Kratom
Tanggal: 10 Sep 2024 19:59 wib.
Pemerintah Indonesia telah secara resmi mengakui kratom sebagai komoditas ekspor. Hal ini terkonfirmasi melalui terbitnya dua aturan terbaru yang memuat ketentuan ekspor oleh Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan (Zulhas). Kedua aturan itu mencakup jenis dan ukuran kratom yang dilarang dan diizinkan untuk diekspor. Aturan tersebut mulai berlaku 30 hari sejak diundangkan pada tanggal 29 Agustus 2024.
Kedua peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 20/2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag No 22/2023 tentang Barang Yang Dilarang untuk Diekspor dan Permendag No 21/2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag No 23/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.
Dalam Permendag No 20/2024, kratom masuk dalam daftar komoditas pertanian yang dilarang untuk diekspor, seperti yang tercantum dalam Lampiran Permendag No 20/2024. Larangan ini juga mencakup semua jenis olahan kratom, baik dalam bentuk bubuk maupun tanaman dikeringkan-bentuk potongan.
Permendag No 21/2024, di satu sisi, mengatur jenis dan ukuran komoditas kratom yang diperbolehkan diekspor. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Isy Karim menjelaskan bahwa kratom dalam bentuk daun dan remahan kasar termasuk dalam kategori larangan ekspor. Sementara itu, kratom remahan halus dan kratom dalam bentuk bubuk termasuk dalam jenis yang diizinkan untuk diekspor.
Isy Karim menegaskan bahwa pemerintah tidak melarang secara menyeluruh ekspor kratom. Namun, dengan pengaturan yang baru, hal ini bertujuan untuk menjaga kejelasan hukum serta mengatur standar ekspor kratom yang dapat diterima oleh negara tujuan ekspor. Selain itu, alasan diaturnya ekspor kratom adalah untuk merespons laporan tentang penahanan banyak kratom Indonesia di luar negeri. Pengaturan ini diharapkan juga dapat mendorong peningkatan nilai tambah dari ekspor komoditas herbal kratom, yang pada gilirannya diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi Indonesia.
Selain itu, pengaturan ekspor kratom juga diharapkan dapat meminimalisir penyalahgunaan dari komoditas tersebut. Aturan baru ini mewajibkan eksportir untuk melakukan registrasi izin ekspor, serta mengatur alokasi ekspor yang diizinkan. Dengan pengaturan yang lebih terkontrol, diharapkan harga kratom dapat meningkat, sehingga menciptakan nilai tambah yang lebih besar bagi Indonesia. Pemerintah Indonesia juga akan menawarkan mekanisme pre-export notification (PEN) kepada pemerintah negara pengimpor, yang bertujuan untuk meminimalisir penyalahgunaan kratom.
Pengaturan tata niaga kratom lebih difokuskan untuk ekspor dan bukan untuk penggunaan dalam negeri. Hal ini bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan kratom. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Isy Karim, menjelaskan bahwa saat ini pengaturan kratom belum mencakup penggunaan dan peredaran dalam negeri.
Kratom, meskipun memiliki julukan sebagai “narkoba baru,” belum dideskripsikan sebagai narkotika golongan I oleh pihak berwenang. Pemerintah Indonesia telah menerima rekomendasi dari World Health Organization (WHO) serta United Nation Office of Drugs and Crime (UNODC), yang melihat kurangnya bukti untuk memasukkan kratom ke dalam golongan narkotika golongan I. Itulah sebabnya, pemerintah Indonesia menunggu hasil riset yang lebih lengkap untuk dapat menggolongkan kratom sebagai narkotika golongan I.
Badan Narkotika Nasional (BNN) Sumatera Selatan juga belum memutuskan apakah harus menyatakan kratom sebagai golongan narkoba atau tidak. Mereka memberikan informasi bahwa efek dari kratom berpotensi menimbulkan ketergantungan dan sangat berbahaya bagi kesehatan, bahkan 13 kali lebih berbahaya dari morfin.