Pemerintah Revisi UU Data Pribadi, Apa Dampaknya untuk Pengguna Internet?
Tanggal: 2 Mei 2025 12:57 wib.
Pemerintah resmi merevisi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) pada tahun ini. Revisi ini dianggap sebagai langkah penting untuk menjawab kekhawatiran masyarakat soal maraknya kebocoran data dan minimnya kontrol pengguna atas informasi pribadi mereka di ranah digital.
Salah satu poin paling krusial dari revisi tersebut adalah penegasan hak pengguna atas datanya sendiri. Pengguna kini berhak meminta penghapusan data pribadi dari sistem suatu platform digital, tanpa harus menunggu adanya kebocoran atau pelanggaran terlebih dahulu. Artinya, warga tidak lagi hanya menjadi “penonton” yang pasrah saat datanya tersebar, tapi bisa mengambil sikap lebih proaktif.
Revisi ini juga memperkuat kewajiban penyedia layanan digital—baik perusahaan lokal maupun asing—untuk mematuhi standar pengamanan yang lebih ketat. Mereka wajib memberi pemberitahuan jika terjadi pelanggaran data dalam waktu 72 jam sejak kejadian. Kewajiban ini tidak hanya berlaku bagi perusahaan besar, tapi juga pelaku usaha kecil yang mengelola data pengguna melalui aplikasi dan situs daring.
Namun yang paling menarik perhatian publik adalah ancaman sanksi yang lebih berat. Jika sebelumnya pelanggaran terhadap data pribadi hanya direspons dengan teguran administratif, kini pelanggaran serius bisa dikenai denda miliaran rupiah hingga pidana kurungan bagi pelakunya. Hal ini dinilai sebagai sinyal tegas dari pemerintah bahwa era kebebasan memperjualbelikan data tanpa izin mulai berakhir.
Meski begitu, revisi ini juga menimbulkan sejumlah pertanyaan. Seberapa siap infrastruktur pemerintah dalam menegakkan aturan ini? Apakah masyarakat sudah cukup sadar akan hak-haknya terhadap data pribadi? Tanpa edukasi dan sosialisasi yang masif, revisi ini bisa jadi hanya menjadi teks hukum di atas kertas.
Yang jelas, bagi pengguna internet di Indonesia, ini saatnya lebih peduli terhadap setiap “klik setuju” saat mendaftar layanan digital. Sebab, perlindungan data bukan cuma soal teknologi—tapi tentang martabat, keamanan, dan hak dasar kita sebagai warga dunia digital.