Pemerintah Bidik Devisa Haji dan Umrah Rp 132 Triliun Kembali ke Indonesia Lewat Ekosistem Halal dan QRIS
Tanggal: 17 Mei 2025 15:17 wib.
Jakarta – Pemerintah Indonesia tengah menyusun strategi untuk menarik kembali devisa sebesar 8 miliar dolar AS—setara dengan Rp 132 triliun—yang setiap tahunnya dibelanjakan jemaah haji dan umrah asal Indonesia di Arab Saudi. Langkah ini bertujuan memperkuat ekonomi nasional melalui penguatan ekosistem produk dan layanan halal di luar negeri, khususnya di Tanah Suci.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa nilai transaksi tersebut merupakan potensi besar yang belum dimanfaatkan secara optimal. Ia menilai, jika Indonesia dapat menyediakan produk makanan, minuman, penginapan, serta transportasi untuk para jemaah di Arab Saudi, maka sebagian dari dana tersebut bisa kembali ke tanah air.
"Ini potensi pasar besar yang bisa kita garap. Kalau logistik, layanan, dan konsumsi jemaah dikelola oleh entitas Indonesia, maka devisanya bisa kembali," ujar Airlangga dalam acara Sarasehan Ekonom Islam Indonesia, Kamis (15/5/2025).
Tiru Strategi Tiongkok, Pakai Sistem Pembayaran Sendiri
Lebih lanjut, Airlangga menyebut Indonesia bisa mencontoh pendekatan Tiongkok yang berhasil menarik kembali devisa warganya melalui sistem pembayaran nasional. Di sana, wisatawan tetap menggunakan metode pembayaran domestik saat berada di luar negeri, sehingga dana tetap mengalir ke dalam negeri.
Indonesia, menurutnya, bisa mengadaptasi sistem serupa melalui penerapan QRIS antarnegara. Saat ini, sistem pembayaran digital QRIS telah terkoneksi lintas batas dengan Malaysia, Thailand, dan Singapura, dan dalam waktu dekat akan diperluas ke Arab Saudi, Jepang, Korea Selatan, dan China.
"Kalau jemaah haji dan umrah kita bayar pakai QRIS, maka dana transaksi langsung masuk kembali ke sistem keuangan Indonesia," ujarnya.
Regulasi Arab Saudi Masih Jadi Penghalang
Namun, tantangan besar masih ada. Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menjelaskan bahwa sistem ekonomi Arab Saudi membatasi aktivitas investasi asing. Banyak sektor, termasuk layanan haji dan umrah, hanya dapat dijalankan oleh warga atau perusahaan lokal.
“Investasi harus melalui perusahaan Arab, kepemilikannya pun harus warga negara mereka. Ini yang membuat devisa sulit kembali ke Indonesia,” jelas Yaqut saat ditemui tahun lalu.
Meskipun demikian, pemerintah Indonesia disebut tengah menjajaki kerja sama dan pembahasan lanjutan dengan pihak Arab Saudi agar regulasi tersebut bisa lebih fleksibel bagi entitas asal Indonesia.
Potensi Devisa Mencapai Rp 200 Triliun
Berdasarkan estimasi Kementerian Agama, setiap tahun ada lebih dari 1,5 juta jemaah umrah dan sekitar 241.000 jemaah haji asal Indonesia. Bila masing-masing mengeluarkan dana signifikan selama di Arab Saudi, maka potensi total devisa yang bisa kembali ke Indonesia bahkan bisa mencapai Rp 200 triliun.
“Selama ini belum ada sistem yang memungkinkan dana itu kembali ke Indonesia. Ini yang sedang kita upayakan bersama,” ujar Yaqut.