Pembantaian Sabra dan Shatila: Lebanon 1982
Tanggal: 16 Jul 2024 16:42 wib.
Pada bulan September 1982, sebuah tragedi kemanusiaan terjadi di Lebanon yang dikenal sebagai Pembantaian Sabra dan Shatila. Peristiwa ini merupakan salah satu babak kelam dalam sejarah konflik Israel-Palestina di Timur Tengah. Pembantaian ini terjadi di kamp pengungsi Sabra dan Shatila di Beirut, yang saat itu dikuasai oleh pasukan Israel.
Pembantaian Sabra dan Shatila berawal dari serangkaian peristiwa yang terjadi pada masa Perang Saudara Lebanon. Pada tahun 1982, Israel melakukan invasi militer ke Lebanon dengan alasan untuk mengusir organisasi Palestina, PLO, yang dipimpin oleh Yasser Arafat. Selama invasi tersebut, kamp pengungsi Sabra dan Shatila dikepung oleh pasukan Israel, sedangkan para pengungsi Palestina yang tinggal di dalamnya telah dikosongkan.
Pada tanggal 16 September 1982, milisi Kristen Lebanon yang setia kepada Presiden Lebanon saat itu, Bachir Gemayel, menyerbu kamp pengungsi tersebut. Meskipun pasukan Israel menyadari adanya serangan tersebut, mereka tidak mengambil tindakan apa pun untuk mencegahnya. Sebaliknya, mereka menerangi kamp pengungsi dengan penerangan sorotan dan memberikan dukungan logistik kepada milisi Kristen tersebut.
Selama tiga hari berturut-turut, antara tanggal 16 hingga 18 September 1982, milisi Kristen Lebanon masuk ke dalam kamp pengungsi Sabra dan Shatila, dan melakukan pembantaian yang mengerikan terhadap para penghuninya. Ribuan warga sipil Palestina, termasuk anak-anak dan perempuan, menjadi korban tindakan kejam tersebut. Mereka ditembak, disiksa, dan diperkosa. Selain itu, mayat-mayat mereka dibiarkan tergeletak di jalanan tanpa penguburan yang layak.
Pembantaian ini memicu reaksi keras dari masyarakat internasional. Terutama ketika penyimpangan fakta dimana pasukan Israel menyaksikan pembantaian ini tanpa melakukan tindakan untuk menghentikannya. Sejumlah negara mengutuk tindakan Israel dan milisi Kristen Lebanon, menuntut tanggung jawab atas tragedi kemanusiaan yang terjadi di Sabra dan Shatila.
Pada tahun 1983, Komisi Perlindungan Perserikatan Bangsa-Bangsa menyimpulkan bahwa Israel bertanggung jawab secara politik dan moral atas pembantaian yang terjadi. Kejadian ini juga menimbulkan kemarahan di kalangan masyarakat Lebanon dan menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya serangan terhadap pasukan penjajah di wilayah Lebanon.
Pembantaian Sabra dan Shatila merupakan salah satu luka yang dalam bagi masyarakat Lebanon dan konflik Israel-Palestina. Tragedi ini tidak hanya meninggalkan trauma mendalam bagi para korban dan keluarga mereka, tetapi juga menjadi bukti kekejaman perang yang harus diingat agar tidak terulang kembali di masa depan. Meskipun telah berlalu puluhan tahun, pembantaian ini tetap menjadi salah satu peristiwa berdarah yang tak terlupakan dalam sejarah kemanusiaan.
Pembantaian Sabra dan Shatila mengingatkan kita akan pentingnya perdamaian dan keadilan di Timur Tengah. Konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina harus diselesaikan dengan jalan diplomasi dan dialog yang menghormati prinsip-prinsip kemanusiaan. Semua pihak harus bertanggung jawab atas tindakan mereka, dan pelanggaran HAM harus ditindak secara tegas agar perdamaian yang berkelanjutan dapat terwujud di wilayah tersebut.