Pembangunan IKN Dikebut, Hutan Kalimantan Terancam?
Tanggal: 13 Mei 2025 23:40 wib.
Tampang.com | Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara terus dikebut, namun sorotan tajam datang dari para pemerhati lingkungan. Proyek yang digadang-gadang akan jadi simbol kemajuan Indonesia itu justru dinilai mengancam keberlangsungan ekosistem hutan Kalimantan.
Antara Ambisi dan Kerusakan Alam
Pemerintah menargetkan tahap awal IKN rampung pada 2024, termasuk infrastruktur dasar seperti Istana Presiden dan jalan penghubung. Namun di balik ambisi besar itu, muncul persoalan yang tak kecil: deforestasi dan ancaman terhadap satwa endemik.
“Lebih dari 32 ribu hektare hutan dikorbankan untuk membuka jalan dan kawasan inti IKN. Ini ironis di tengah krisis iklim yang makin nyata,” ungkap Rika Hartono, peneliti dari Forest Watch Indonesia.
Kalimantan, Paru-Paru Dunia yang Ditinggalkan
Wilayah Kalimantan selama ini dikenal sebagai paru-paru Indonesia dan bahkan dunia. Kehilangan area hutannya berarti hilangnya perlindungan terhadap keanekaragaman hayati dan kemampuan menyerap karbon.
“Jika hilang, dampaknya tidak hanya lokal tapi global,” tegas Rika.
Janji Pembangunan Berbasis Alam Dinilai Sekadar Retorika
Pemerintah memang sempat menyampaikan bahwa pembangunan IKN akan berkonsep “forest city” dan ramah lingkungan. Tapi kenyataannya, reklamasi hutan dan penggunaan alat berat besar-besaran terus terjadi.
“Forest city seharusnya menambah tutupan hutan, bukan menggusurnya,” ujar Rika.
Transparansi dan Partisipasi Publik Dipertanyakan
Para aktivis juga mempertanyakan kurangnya keterlibatan publik dan minimnya transparansi soal Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). Banyak warga lokal, terutama masyarakat adat, yang mengaku tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
“Ini bukan sekadar proyek infrastruktur, tapi juga soal masa depan lingkungan dan hak komunitas lokal,” tambah Rika.
Keseimbangan Antara Pembangunan dan Kelestarian Alam
Masyarakat dan para pakar mendesak pemerintah agar tidak membiarkan IKN menjadi simbol kemajuan yang dibangun di atas reruntuhan ekosistem. Langkah konkret dan terukur harus diambil, bukan sekadar jargon hijau.