Peluang Kejaksaan Agung untuk Periksa Nadiem Makarim Terkait Kasus Pengadaan Chromebook
Tanggal: 29 Mei 2025 00:21 wib.
Kejaksaan Agung (Kejagung) kini membuka kemungkinan untuk memanggil mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim dalam konteks penyelidikan dugaan korupsi terkait pengadaan Chromebook yang berlangsung di Kemendikbudristek selama kurun waktu 2019 hingga 2022. Hal ini terungkap melalui pernyataan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung pada hari Rabu.
Harli menegaskan bahwa jika dianggap perlu untuk menunjang penyidikannya, Nadiem Makarim akan diminta klarifikasi. "Jika ini diperlukan dalam proses penyidikan, kami tidak menutup kemungkinan untuk melakukannya,” ujarnya. Dia menjelaskan bahwa tim penyidik di Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) akan terus mengkaji siapa saja yang perlu diperiksa untuk mengungkap dengan jelas tindak pidana korupsi yang sedang diteliti.
Nama Nadiem Makarim mulai mencuat setelah dua mantan staf khususnya, yang dikenal dengan inisial FH dan JT, dipanggil oleh penyidik Jampidsus untuk memberikan keterangan terkait kasus ini. Penggeledahan pun dilakukan di apartemen mereka yang terletak di Jakarta Selatan, di mana tim penyidik berhasil menyita sejumlah barang bukti, termasuk perangkat elektronik dan dokumen penting yang dapat mendukung proses penyelidikan.
Penyidik Jampidsus tengah fokus pada dugaan adanya konspirasi di kalangan berbagai pihak yang terlibat dalam kontrak pengadaan Chromebook. Dalam konteks ini, Harli menjelaskan bahwa mereka mendalami indikasi bahwa terdapat upaya untuk memengaruhi tim teknis dalam membuat kajian pengadaan peralatan pendidikan yang berkaitan dengan teknologi pada tahun 2020. "Mereka diarahkan untuk merekomendasikan penggunaan laptop berbasis sistem operasi Chrome," katanya.
Namun, berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Pustekom Kemendikbudristek pada tahun 2019, penggunaan Chromebook sebenarnya tidak terbukti efektif, ketika seribu unit diuji coba. Tim teknis sebelumnya telah merekomendasikan penggunaan laptop dengan sistem operasi Windows sebagai alternatif yang lebih sesuai. Nyatanya, rekomendasi tersebut ditolak dan digantikan dengan kajian baru yang menetapkan penggunaan Chromebook, meskipun sudah ada indikasi terkait ketidakefektifan alat tersebut.
Dari sisi finansial, pengadaan ini menghabiskan dana yang tidak sedikit, yakni mencapai Rp9,982 triliun. Rincian anggaran tersebut mencakup Rp3,582 triliun yang berasal dari dana satuan pendidikan (DSP) dan sekitar Rp6,399 triliun dari dana alokasi khusus (DAK). Dengan besarnya dana yang digunakan, kasus ini tentu menjadi perhatian banyak pihak, terlebih di tengah sorotan tentang transparansi dan akuntabilitas pemanfaatan dana pendidikan di Indonesia.