Pekan Depan, 18 Oknum Polisi di Kasus Pemerasan WN Malaysia saat Konser DWP Jalani Sidang Etik
Tanggal: 25 Des 2024 00:33 wib.
Sebanyak 18 anggota polisi diduga terlibat dalam kasus pemerasan terhadap warga negara (WN) Malaysia saat even Djakarta Warehouse Project akan menjalani sidang etik.
Menurut Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Abdul Karim, proses sidang etik tersebut akan dilaksanakan pada pekan depan.
"Kami sepakat di Div Propam akan menyidangkan kasus ini yang kita rencanakan minggu depan sudah dilaksanakan sidang kode etik yang akan kita laksanakan minggu depan," kata Abdul Karim kepada wartawan Selasa (24/12/2024) malam.
Total 18 anggota Polri diduga terlibat dalam kasus ini. Mereka berasal dari Polsek, Polres, dan Polda Metro Jaya.
"Jadi ada terdapat 18 orang, masih tetap jumlahnya sama yang sudah kita amankan, ini sudah meliputi dari personel Polsek, Polres, maupun Polda," ujar dia.
Dia menambahkan, kasus dugaan pemerasan tersebut diambil alih oleh Divisi Propam Mabes Polri.
"Kenapa kita ambil alih ini? Dalam rangka percepatan dan objektifitas dalam rangka pemeriksaan," jelas dia.
Informasi terkait kasus ini bermula dari viralnya postingan yang mengungkap dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum polisi terhadap warga negara Malaysia saat menonton konser Djakarta Warehouse Project (DWP) di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat.
Dari narasi yang diposting di media sosial, terdapat banyak protes dari WN Malaysia terkait aksi polisi yang berjaga di DWP. Mereka mengaku dipaksa menjalani tes urine saat sedang berjoget.
Dalam postingan tersebut, mereka juga menyatakan bahwa diminta untuk menunjukkan paspor dan sejumlah uang oleh oknum polisi yang berjaga.
Dari hasil penyelidikan awal, kasus ini membuat publik merasa resah dan mempertanyakan kewajaran tindakan tersebut. Hal ini juga menjadi sorotan tajam di media sosial dan membuat kecaman dari masyarakat luas.
Kadiv Propam Polri menyatakan bahwa penanganan kasus ini menjadi prioritas karena menyangkut integritas dan profesionalisme institusi kepolisian.
"Kami memahami bahwa tindakan yang diduga dilakukan oleh oknum polisi ini tidak mencerminkan profesionalisme dan sikap yang seharusnya dimiliki oleh anggota kepolisian. Oleh karena itu, kami akan menjalankan sidang etik untuk menegakkan aturan dan menunjukkan kesungguhan institusi dalam menangani kasus ini," ujarnya.
Pihak kepolisian juga memastikan akan memberikan transparansi dan mengikuti prosedur hukum yang berlaku selama proses sidang etik berlangsung.
Pengamat hukum, Profesor Antonius Setiawan, menyoroti pentingnya proses hukum yang adil dan transparan dalam penanganan kasus-kasus yang melibatkan anggota kepolisian.
"Integritas dan profesionalisme kepolisian menjadi kunci utama dalam pembangunan citra institusi kepolisian di mata publik. Oleh karena itu, proses penegakan hukum terhadap anggota kepolisian harus dijalankan dengan sungguh-sungguh," jelas Profesor Antonius.
Beliau menekankan bahwa penanganan kasus pemerasan yang diduga dilakukan oleh anggota kepolisian harus memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat dalam kasus tersebut.
Selain itu, pihak kepolisian juga perlu memberikan aspek restorative justice yang memungkinkan untuk memulihkan hubungan antara kepolisian dengan masyarakat, terutama dengan para korban.
"Restorative justice menjadi bagian yang tidak boleh dilupakan dalam menangani kasus pemerasan ini. Pihak kepolisian perlu menunjukkan komitmen dalam memperbaiki hubungan dengan masyarakat, terutama dengan warga negara asing yang menjadi korban dalam kasus ini," tambahnya.
Kadiv Propam Polri juga menegaskan bahwa pihak kepolisian akan memberikan sanksi tegas bagi anggota kepolisian yang terbukti terlibat dalam kasus pemerasan tersebut.
"Sanksi tegas akan diberikan kepada anggota kepolisian yang terlibat dalam kasus ini. Kami tidak akan mentolerir perilaku yang merugikan masyarakat, khususnya terhadap warga negara asing yang menjadi tamu di negara kita," tegas Kadiv Propam Polri.
Dia juga menambahkan bahwa pihak kepolisian akan terus melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja anggota kepolisian dalam operasi-operasi keamanan yang melibatkan publik, terutama dalam acara-acara besar seperti konser musik internasional.
Kasus pemerasan ini juga menjadi peringatan bagi institusi kepolisian untuk meningkatkan kesadaran terhadap hak asasi manusia dan perlindungan terhadap warga negara asing yang berada di wilayah Indonesia.
Semakin meningkatnya mobilitas warga negara asing dalam berbagai kegiatan di Indonesia menuntut pihak kepolisian untuk mampu memberikan perlindungan yang terbaik serta menegakkan hukum dengan adil dan transparan.