PBB Mengungkap Ancaman Pemanasan Global Terhadap Indonesia
Tanggal: 14 Jul 2024 09:39 wib.
Isu 'kiamat' di Bumi dari dampak pemanasan global dan perubahan iklim kian menjadi perhatian dunia. Beberapa saat lalu, salah satu badan PBB menyebut petaka pemanasan global makin kencang menghantui wilayah Asia, termasuk Indonesia. Laporan bertajuk State of the Climate in Asia 2023 dari Badan Meteorologi Dunia (WMO) menganalisis bencana yang terjadi pada tahun 2023 lalu.
WMO menyoroti bahwa laju percepatan indikator perubahan iklim utama seperti suhu permukaan, pencairan gletser, dan kenaikan permukaan air laut. Asia disebut masih menjadi wilayah yang paling banyak dilanda masalah alam di dunia akibat cuaca dan iklim. Benua ini mengalami pemanasan lebih cepat dari rata-rata global dengan tren meningkat hampir dua kali lipat sejak periode 1961-1990.
Menurut Sekretaris Jenderal WMO Celeste Saulo, "Kesimpulan dari laporan ini sangat menyadarkan kita," seperti yang dikutip oleh CNBC Indonesia. Banyak negara di Asia mengalami tahun terpanas yang pernah tercatat pada tahun 2023, bersamaan dengan kondisi ekstrim, mulai dari kekeringan dan gelombang panas hingga banjir dan badai. Perubahan frekuensi iklim dan tingkat keparahan peristiwa tersebut, berdampak besar pada masyarakat, ekonomi, dan yang terpenting, kehidupan manusia dan lingkungan tempat makhluk hidup tinggal.
Tahun 2023 melaporkan total 79 bencana yang terkait dengan bahaya hidrometeorologi di Asia, sebagaimana dilaporkan oleh Emergency Events Database. Darijumlah tersebut, lebih dari 80% terkait dengan peristiwa banjir dan badai, dengan lebih dari 2.000 korban jiwa dan sembilan juta orang terkena dampak langsung. Meskipun risiko kesehatan yang ditimbulkan semakin meningkat, penduduk Asia masih beruntung karena tidak ada kematian yang dilaporkan.
Di tahun yang sama, negara-negara yang rentan terkena dampak yang tidak proporsional. Sebagai contoh, topan tropis Mocha, topan terkuat di Teluk Benggala dalam satu dekade terakhir, menghantam Bangladesh dan Myanmar. Menurut Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia dan Pasifik (ESCAP), Armida Salsiah Alisjahbana, "Peringatan dini dan kesiapsiagaan yang lebih baik telah menyelamatkan ribuan nyawa."
Dalam laporan yang sama, juga dimuat bagaimana kenaikan permukaan laut dari Januari 1993 hingga Mei 2023. State of the Climate in Asia 2023 juga memberikan data indikasi kenaikan air laut yang meliputi wilayah Indonesia, dimana banyak area mengindikasikan Global Mean Sea Level (GMSL) di atas rata-rata global, yakni 3,4 atau ± 0,33 mm per tahun. Laporan ini menyebutkan bahwa Indonesia sendiri berada di wilayah berwarna kuning yang mengindikasikan peringatan.
Kajian proyeksi USAID di 2016 menyebutkan kenaikan air laut akan menenggelamkan 2.000 pulau kecil pada tahun 2050. Ini berarti terdapat 42 juta penduduk berisiko kehilangan tempat tinggalnya. Diharapkan laporan ini ditanggapi dengan serius, agar pemanasan global dan perubahan iklim tidak mempersulit manusia dalam bertahan hidup di Bumi. Menjaga lingkungan dan mengurangi emisi gas rumah kaca harus menjadi prioritas global. Menyelamatkan Bumi adalah tanggung jawab bersama. Dibutuhkan tindakan nyata untuk mencegah kiamat yang diakibatkan oleh ulah manusia.