Pasca Putusan MK, CLS FH UGM Mendesak Pembatasan Kekuasaan Presiden

Tanggal: 26 Apr 2024 07:45 wib.
 Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pemilihan Presiden 2024, Constitutional Law Society (CLS) dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta, menunjukkan keinginan untuk memberlakukan pembatasan terhadap kewenangan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

Setelah keputusan MK diumumkan pada Senin, 22 April 2023, Koordinator CLS FH UGM, Lintang Nusantara, menekankan pentingnya memperkuat demokrasi yang sehat di negara ini. Ia mendorong para mahasiswa untuk mempertimbangkan pembatasan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden RI.

"Meskipun keputusan MK telah ditetapkan dan mengikat, kita dihadapkan pada isu serius tentang bagaimana kita dapat mengelola kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih," kata Lintang dalam Konferensi Pers yang diadakan oleh CLS UGM pada Selasa, 23 April 2024 sebagai tanggapan terhadap putusan MK.

Menanggapi hal tersebut, Lintang juga mengutip pepatah Latin "Inde datae leges be fortoir omnia posset," yang mengisyaratkan bahwa hukum diciptakan untuk mencegah individu yang memiliki kekuatan agar tidak memperoleh kekuasaan yang tidak terbatas.

Pandangan dari Ahli Tata Negara UGM

Dalam konferensi pers tersebut, CLS FH UGM juga membawa dua akademisi dan dosen FH UGM, yaitu Zainal Arifin Mochtar alias Uceng dan Herlambang P Wiratraman.

Zainal Arifin Mochtar dalam paparannya mencermati dampak putusan MK terhadap masa depan demokrasi Indonesia. "Ketakutan terhadap kemenangan saat ini adalah saat demokrasi bisa diinjak-injak dengan mudah. Proses penegakan hukum pemerintahan itu dirusak," ujar Uceng, yang juga menjabat sebagai Ketua Departemen Hukum Tata Negara UGM.

"Saat ini, siapa yang dapat menjamin bahwa di masa depan tidak akan terjadi penindasan seperti yang terjadi sekarang? Rezim pemerintahan saat ini hanya akan melanjutkan kondisi yang ada sekarang," tambahnya.

Uceng juga menampakkan similitude Presiden Joko Widodo seperti seorang yang sedang bermain game. "Saya melihat ini seperti seseorang yang bermain game, misalnya batas bermain game adalah dua kali, tetapi dia ingin bermain hingga tiga atau bahkan empat kali. Akhirnya, dia membuat akun baru. Dengan akun baru tersebut, ia dapat bermain tiga hingga empat kali," terang Uceng.

Di sisi lain, Uceng juga menyatakan bahwa harus ada yang bertanggung jawab atas pelanggaran terhadap demokrasi, contoh kasusnya adalah pengarahan bantuan sosial menuju ke arah pemilihan dan penggunaan aparat.

"Siapa yang melanggar aturan hukum, siapa yang merusak penegakan hukum, siapa yang merusak demokrasi harus tetap dipertanggungjawabkan secara hukum. Saya menduga dalam putusan tersebut terdapat tiga orang hakim yang memberikan pendapat dissenting," ucap Uceng.

Uceng menutup paparannya dengan menyatakan bahwa masyarakat sipil harus memperkuat kemampuannya untuk mengontrol pemerintahan dengan berkonsolidasi.

"CLS FH UGM berkomitmen untuk aktif memberikan kontribusi pemikiran bagi Indonesia. Kami mengajak semua elemen masyarakat sipil dan media massa untuk mendukung upaya munculnya gagasan pembatasan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden RI sebagai isu publik yang menjadi perhatian bersama bangsa Indonesia," kata Lintang dalam penutupan konferensi pers.

 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved