Pakar Perlindungan Anak: Program Barak Militer untuk Siswa Nakal Berpotensi Timbulkan Dampak Negatif
Tanggal: 7 Mei 2025 19:47 wib.
Tampang.com | Usulan untuk memasukkan siswa bermasalah ke dalam barak militer selama enam bulan terus menuai pro dan kontra. Salah satu kritik tajam datang dari Diena Haryana, pendiri organisasi perlindungan anak Sejiwa, yang menyuarakan kekhawatirannya terhadap potensi dampak psikologis dan sosial dari program tersebut.
Menurut Diena, lingkungan militer yang sarat dengan gaya komunikasi keras dan disiplin tinggi bisa menjadi bumerang. Anak-anak yang berada dalam masa pembentukan karakter bisa saja justru meniru gaya interaksi militer yang kaku dan penuh tekanan dalam kehidupan sosial mereka.
“Saya khawatir anak-anak akan meniru cara memperlakukan orang lain seperti yang mereka lihat di barak. Cara berkomunikasinya bisa jadi militeristik, dan itu berbahaya untuk perkembangan sosial mereka,” ujarnya dalam diskusi di kantor Kemendikdasmen, Jakarta, Rabu (7/5/2025).
Risiko Salah Tafsir dan Penyalahgunaan Pembelajaran
Meskipun ia mengakui bahwa pihak militer mungkin punya niat baik untuk membantu membina siswa bermasalah, Diena menekankan pentingnya mempertimbangkan respons individu yang berbeda-beda dari tiap anak. Menurutnya, tidak semua anak mampu menangkap pesan moral atau nilai disiplin yang ingin ditanamkan—beberapa justru bisa menyalahgunakan pola yang mereka pelajari.
“Bisa saja ada anak yang salah mengartikan apa yang diajarkan. Mereka justru mengadopsi pendekatan keras dan menggunakannya secara tidak tepat dalam kehidupan sehari-hari,” jelasnya.
Solusi Alternatif: Perkuat Peran Guru BK dan Pendekatan Empatik
Alih-alih membentuk barak militer, Diena menyarankan pendekatan yang lebih manusiawi dan edukatif. Ia mengusulkan agar pemerintah, dalam hal ini Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, memberdayakan tenaga Bimbingan Konseling (BK) yang ada di sekolah-sekolah untuk menangani siswa bermasalah secara lebih efektif.
Menurutnya, guru BK yang memiliki empati dan pendekatan interaktif justru bisa membangun kepercayaan serta membuka ruang komunikasi yang hangat dengan siswa.
“Anak-anak itu, ketika diajak bicara dari hati ke hati, biasanya bisa lumer. Saya sering bertemu dengan anak-anak seperti itu, dan pendekatan yang hangat justru jauh lebih efektif daripada kekerasan atau tekanan,” tegas Diena.
Barak Militer Berpotensi Timbulkan Geng Baru?
Sebelumnya, muncul pula kekhawatiran bahwa penempatan siswa nakal dalam satu barak dapat menciptakan lingkungan homogen yang memunculkan geng baru atau kelompok solidaritas yang tidak sehat. Alih-alih memperbaiki perilaku, program ini bisa memperkuat ikatan negatif di antara siswa yang bermasalah.
Dengan berbagai catatan tersebut, para pemerhati anak dan pendidikan mendesak agar kebijakan semacam ini dikaji ulang secara mendalam dengan melibatkan ahli psikologi, pendidik, serta aktivis perlindungan anak.