Pajak Hiburan Naik hingga 75%, Industri Lesu dan Rakyat Tertekan?
Tanggal: 11 Mei 2025 10:01 wib.
Tampang.com | Pemerintah tengah menggodok implementasi tarif baru untuk Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), khususnya pada sektor hiburan. Dalam beleid baru hasil revisi UU HKPD, tarif pajak hiburan seperti konser, diskotek, bar, hingga spa bisa melonjak antara 40 hingga 75 persen. Kebijakan ini memicu kekhawatiran luas dari pelaku industri hiburan hingga masyarakat umum.
Kebijakan Baru, Tarif Lama Tak Lagi Berlaku
Revisi UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) menjadi dasar perubahan. Pemerintah daerah diberikan wewenang menetapkan tarif pajak hiburan hingga 75%.
“Kami beri ruang fleksibilitas daerah. Namun kami juga imbau tetap mempertimbangkan kemampuan masyarakat,” ujar Direktur Pajak Daerah Kemenkeu, Hestu Yoga Saksama.
Dampak ke Industri: Mati Suri Sebelum Bangkit
Pelaku industri hiburan yang baru mulai bangkit pasca-pandemi mengaku terpukul. Pajak yang terlalu tinggi dikhawatirkan membuat harga tiket naik drastis, menurunkan minat pengunjung, dan menutup ruang kreatif.
“Kalau tarif pajaknya sampai 75%, harga tiket bisa dua kali lipat. Penonton kabur, promotor juga rugi,” kata Andra Prawira, pelaku event musik di Jakarta.
Konsumen Kena Imbas, Rekreasi Jadi Mewah
Kenaikan tarif pajak tak hanya berdampak pada penyelenggara, tapi juga ke konsumen. Aktivitas hiburan seperti nonton konser atau ke taman rekreasi bisa menjadi barang mewah bagi masyarakat menengah ke bawah.
“Ini ironis. Saat masyarakat butuh hiburan untuk kesehatan mental, justru aksesnya makin mahal,” ujar Devi Nirmala, sosiolog gaya hidup.
Kritik: Pendapatan Daerah Tak Harus dari Rakyat
Sejumlah pengamat menilai bahwa pemerintah daerah terlalu fokus mengejar pendapatan dari sektor yang justru menyentuh kebutuhan rekreasi rakyat. Padahal, optimalisasi pajak dari sektor lain seperti properti dan bisnis besar masih bisa ditingkatkan.
“Pajak hiburan ini seolah memeras kelompok yang ingin hidup waras. Rakyat bukan ATM,” tegas Bhima Yudhistira, ekonom dari CELIOS.
Solusi: Tarif Progresif dan Evaluasi Keadilan Pajak
Pemerintah disarankan menerapkan sistem tarif progresif berdasarkan jenis hiburan, lokasi, dan skala penyelenggara. Selain itu, perlu transparansi bagaimana pajak digunakan agar masyarakat merasa adil.
“Kalau memang harus naik, harus ada skema subsidi silang. Dan harus jelas pajak itu kembali dalam bentuk fasilitas publik,” tambah Bhima.