Sumber foto: Google

Pajak Hiburan dan Digital Naik di 2025, Rakyat Harus Bayar Lebih Mahal?

Tanggal: 10 Mei 2025 17:30 wib.
Tampang.com | Pemerintah resmi menaikkan tarif pajak hiburan dan jasa digital mulai awal tahun 2025. Kebijakan ini menimbulkan reaksi beragam, terutama dari kalangan konsumen dan pelaku usaha yang merasa terbebani di tengah tekanan ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pasca pandemi.

Pajak Tontonan hingga Aplikasi Streaming Naik Tajam

Perubahan ini mencakup kenaikan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk sektor hiburan—seperti bioskop, konser, dan karaoke—hingga 40–75%. Sementara layanan digital internasional seperti Netflix, Spotify, dan aplikasi gim dikenakan PPN sebesar 15%.

“Dulu langganan Netflix Rp139 ribu, sekarang bisa tembus Rp160 ribu setelah kena PPN dan layanan,” keluh Andre, karyawan swasta di Jakarta.

Dampaknya Langsung ke Pengeluaran Harian

Kenaikan ini secara langsung berdampak ke pengeluaran rumah tangga, terutama keluarga urban yang sudah terbiasa dengan layanan hiburan digital dan kegiatan rekreasi.

“Banyak yang mungkin menganggap hiburan bukan kebutuhan primer, tapi bagi sebagian masyarakat perkotaan, ini bagian dari gaya hidup yang sudah menyatu,” ujar Indah Mawarni, ekonom dari INDEF.

Pelaku Usaha Menjerit, Konsumen Berhemat

Pelaku industri hiburan pun mengaku terpukul. Banyak penyelenggara konser dan event lokal mengeluh bahwa harga tiket menjadi tidak kompetitif.

“Kalau pajaknya sampai 75%, siapa yang sanggup beli tiket konser dalam negeri? Penonton bisa lari ke konten bajakan,” kata Hendra, promotor acara musik di Bandung.

Pemerintah: Demi Pendapatan Negara

Kementerian Keuangan menyatakan bahwa langkah ini diambil untuk memperluas basis pajak dan mengejar target penerimaan negara tahun 2025. Sektor digital dan hiburan dianggap sebagai salah satu sumber yang selama ini belum optimal digarap.

“Keadilan fiskal harus diterapkan secara merata. Layanan digital asing juga harus tunduk pada pajak nasional,” ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo.

Kritik: Pemerintah Abaikan Daya Beli Masyarakat

Namun, banyak pengamat menilai pemerintah terlalu cepat menaikkan tarif tanpa mempertimbangkan daya beli masyarakat yang masih labil.

“Kita paham negara butuh pendapatan, tapi jangan semua beban diarahkan ke konsumen. Harus ada insentif bagi pelaku industri juga,” tegas Indah.

Transparansi dan Evaluasi Berkala Diperlukan

Pakar fiskal menyarankan agar pemerintah lebih transparan soal alasan dan penggunaan hasil pungutan pajak tersebut. Evaluasi rutin atas dampaknya terhadap industri dan konsumen juga penting agar tidak memicu penurunan konsumsi.

“Pajak itu sah, tapi harus adil dan tidak membunuh sektor yang justru sedang bertumbuh,” tutup Indah.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved