Sumber foto: Google

OJK Beri Tanggapan soal Putusan Kasasi Aturan Pinjol Harus Dirombak

Tanggal: 21 Jul 2024 21:00 wib.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan tanggapannya terkait pengabulan permohonan kasasi atas Gugatan Warga Negara (Citizen Lawsuit) terkait pinjaman online (pinjol) oleh Mahkamah Agung (MA).

Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) Agusman, putusan kasasi MA ini diharapkan akan meningkatkan kepatuhan pelaku usaha P2P lending terhadap perlindungan konsumen. "Keputusan Kasasi MA tersebut akan meningkatkan kepatuhan terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen oleh P2P lending," kata Agusman, Sabtu (20/7).

Agusman juga menyampaikan bahwa Indonesia telah memiliki payung hukum yang mengatur larangan eksploitasi konsumen oleh pelaku usaha P2P lending. "P2P lending jelas tidak boleh mengeksploitasi konsumen. Perlindungan konsumen adalah hal yang sangat penting dilaksanakan oleh penyelenggara P2P lending," tambah Agusman.

Peraturan yang berisi larangan eksploitasi konsumen tersebut tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 22 tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. Agusman memastikan bahwa putusan kasasi ini diproyeksikan tidak akan berdampak pada kinerja keuangan P2P lending di Indonesia. Dia menyatakan, “Kinerja keuangannya diperkirakan tidak akan tertekan karena hal tersebut.”

Di sisi lain, Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Muhammad Fadhil Alfathan Nazwar mengatakan bahwa putusan MA tersebut mengharuskan pemerintah untuk merombak regulasi yang terkait dengan pinjol, terutama terkait perlindungan konsumen. "Dengan adanya putusan itu, maka pemerintah diwajibkan untuk melakukan penataan regulasi dan kebijakan pinjaman online yang sesuai dengan prinsip-prinsip HAM. Hal tersebut agar tidak terjadi lagi praktik-praktik pinjaman online yang eksploitatif," jelas Fadhil, Sabtu (20/7).

Menurut Fadhil, putusan ini tidak mengindikasikan pemusnahan jenis usaha pinjol, namun praktik eksploitasi konsumen harus ditiadakan dengan perombakan aturan. "Pinjaman online itu perjanjian keperdataan, selagi para pihak sepakat itu sah-sah saja. Nggak bisa dihapus, yang kami mau agar negara turun untuk memberikan perlindungan," tambah Fadhil.

Sebagai informasi, MA telah mengabulkan kasasi atas Gugatan Warga Negara yang diajukan oleh 19 orang terkait pinjol. Dalam pokok perkara nomor 6b, regulator diminta membuat peraturan yang menjamin penghormatan dan perlindungan bagi pengguna aplikasi pinjaman online dan warga masyarakat sebagaimana yang diatur dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan terkait. Diantaranya adalah proses uji kelayakan pengajuan pinjaman, batasan pengambilan akses data pribadi, jaminan tidak adanya ketentuan baku dalam perjanjian elektronik, larangan dan sanksi terhadap penyebaran data pribadi, batasan biaya administrasi pinjaman, batasan bunga pinjaman sesuai dengan suku bunga yang dianjurkan, mekanisme penyelesaian pengaduan dan sengketa konsumen, sanksi pencabutan izin usaha bagi perusahaan penyelenggara aplikasi pinjaman online, dan penyelesaian pengaduan dan sengketa konsumen.

Putusan kasasi ini memerintahkan adanya pembuatan aturan pinjol. "Sehingga praktik pinjol yang eksploitatif tidak boleh ada lagi," kata Kepala Advokat LBH Jakarta, Fadhil Alfathan.

Asfinawati, salah satu penggugat, mengungkapkan bahwa selama ini banyak pengaduan dari korban pinjol ke LBH Jakarta. "Ini korban pinjol sudah menjadi fenomena, tidak bisa ditangani satu per satu, harus ada penanganan yang lebih holistik," kata Asfi yang merupakan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia periode 2017-2021.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved