Negosiasi Ekspor Listrik RI ke Singapura Temui Titik Terang

Tanggal: 27 Mei 2025 11:01 wib.
Tampang.com | JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia baru-baru ini mengungkapkan bahwa negosiasi terkait rencana ekspor listrik berbasis energi bersih ke Singapura mulai menunjukkan kemajuan positif. Informasi tersebut disampaikan oleh Bahlil dalam sebuah konferensi pers yang diadakan untuk meluncurkan Rencana Usaha Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) untuk periode 2025-2035 di Jakarta pada Senin, 26 Mei 2025.

Sebelumnya, langkah pemerintah untuk merelakan ekspor listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) ke Singapura sempat terhambat. Hal ini terjadi karena pemerintah menunggu kepastian mengenai keuntungan yang akan diperoleh Indonesia dari transaksi tersebut. Dalam pernyataannya, Bahlil menegaskan bahwa tim dari Kementerian ESDM kini sedang melakukan negosiasi intensif dengan pihak Singapura. Negosiasi ini ditujukan untuk mencari solusi yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Bahlil mengungkapkan, “Dalam waktu cepat, tidak lama lagi sudah mulai ada tanda-tanda cahaya untuk kesepakatan kita [dengan Singapura] yang sudah mulai ada.” Ia menambahkan pentingnya agar ekspor listrik ke Singapura memberikan manfaat nyata bagi Indonesia, sehingga pihak pemerintah tidak ingin terburu-buru tanpa memikirkan keuntungan bagi negara.

Tidak hanya itu, Bahlil juga menekankan pentingnya menjalin kerja sama dengan pihak manapun, asalkan hubungan tersebut dapat memberikan dampak positif bagi kedua negara. Ia mengajak agar Singapura dapat memberikan tawaran yang menarik bagi Indonesia untuk mempermudah negosiasi ini. “Jangan kita gadaikan negara ini hanya karena urusan satu-dua perusahaan atau satu kelompok orang,” tegas Bahlil, menunjukkan sikap berhati-hati dalam pengambilan keputusan penting yang dapat mempengaruhi masa depan industri energi Indonesia.

Dalam kerangka kerja sama ini, Indonesia sudah memiliki kesepakatan eksisting terkait ekspor listrik hijau dan pengembangan industri panel surya dengan Singapura, total mencapai US$20 miliar atau sekitar Rp308 triliun berdasarkan kurs Rp15.423 per dolar AS. Dalam hal ini, Singapura melalui Energy Market Authority (EMA) memberikan persetujuan bersyarat kepada dua perusahaan lokal, Total Energies dan RGE, serta Shell Vena Energy Consortium untuk melakukan impor listrik rendah karbon dari Indonesia.

Sebagai langkah awal, Singapura juga telah memberikan izin kepada beberapa perusahaan lain untuk melakukan impor listrik dari Indonesia. Lima perusahaan yang mendapatkan izin termasuk Pacific Metcoal Solar Energy, Adaro Solar International, EDP Renewables APAC, Venda RE, dan Kepel Energy. Permohonan izin ini dikeluarkan EMA sebagai pengakuan bahwa proyek-proyek tersebut sedang berada dalam fase pengembangan yang lebih lanjut. Meskipun demikian, Bahlil menekankan bahwa hingga saat ini belum ada kesepakatan yang tertuang dalam bentuk dokumen resmi.

Situasi ini menunjukkan adanya dinamika positif dalam proses negosiasi yang sedang berlangsung, dan pencapaian dalam pembangunan proyek energi alternatif di Indonesia yang dapat menjadi batu loncatan untuk masa depan hubungan energi antara Indonesia dan Singapura. Tentu hal ini membuka peluang bagi Indonesia untuk lebih berperan dalam pasar energi bersih global, sekaligus mempromosikan potensi sumber daya alam yang melimpah dan komitmen untuk mengurangi emisi karbon.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved