Sumber foto: iStock

Musim Kemarau Tak Kunjung Datang? Ini Penjelasan BMKG dan Ancaman Cuaca Ekstrem yang Masih Mengintai

Tanggal: 19 Jun 2025 10:21 wib.
Meski kalender menunjukkan pertengahan tahun, banyak wilayah di Indonesia, termasuk Jabodetabek, masih dilanda hujan. Fenomena ini membuat masyarakat bertanya-tanya: kenapa musim kemarau belum benar-benar tiba? Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), hingga pertengahan Juni 2025, baru sekitar 15% Zona Musim (ZOM) yang secara resmi memasuki musim kemarau. Artinya, sebagian besar wilayah Indonesia masih berada dalam transisi atau bahkan masih mengalami musim hujan.

Fenomena cuaca ini bukan tanpa sebab. Salah satu pemicunya adalah keberadaan Siklon Tropis Wutip di kawasan Laut China Selatan timur Vietnam. Sistem cuaca ini berperan besar dalam menarik massa udara dari wilayah Indonesia bagian barat, sehingga mengurangi potensi hujan di area tertentu, tetapi juga memicu ketidakstabilan atmosfer di wilayah lainnya.

BMKG: Cuaca Masih Labil, Waspadai Potensi Ekstrem

Kondisi atmosfer Indonesia saat ini masih tergolong aktif dan dinamis. Oleh karena itu, BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap siaga terhadap potensi cuaca ekstrem yang bisa terjadi sewaktu-waktu, seperti hujan lebat, angin kencang, hingga gelombang tinggi. Meskipun sebagian daerah mulai memasuki musim kemarau, hal tersebut tidak serta-merta menghilangkan risiko bencana hidrometeorologi.

Dalam rilis resmi yang diakses Senin (16/6/2025), BMKG menegaskan pentingnya memantau informasi cuaca dari sumber terpercaya serta melakukan langkah mitigasi untuk meminimalkan risiko bencana, terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan longsor, banjir, atau pesisir.

Dinamika Atmosfer 16–19 Juni 2025: Udara Kering dari Australia dan Pengaruh Siklon Tropis

BMKG memprediksi bahwa dalam periode 16–19 Juni 2025, Monsun Australia akan menguat. Aliran udara kering dari selatan ini berkontribusi pada menurunnya curah hujan di wilayah Indonesia bagian selatan. Dampaknya akan dirasakan terutama di Jawa bagian selatan, Bali, Nusa Tenggara, serta sebagian Kalimantan bagian selatan yang akan lebih cepat memasuki musim kemarau.

Namun, di sisi lain, Siklon Tropis Wutip yang masih aktif di Laut China Selatan turut menyebabkan pertemuan angin (konfluensi) dan penarikan massa udara dari Indonesia bagian barat. Sistem ini menciptakan semacam tarik-menarik antara udara basah dan kering, yang hasilnya justru membuat sebagian wilayah tetap mengalami hujan.

Siklon ini memiliki kecepatan angin maksimum sekitar 50 knot dengan tekanan udara mencapai 985 mb, dan saat ini bergerak menuju arah utara-timur laut. Keberadaannya menjadi faktor utama dalam perubahan distribusi awan dan hujan di sejumlah wilayah Indonesia.

Curah Hujan Tinggi Masih Terjadi di Beberapa Daerah

Meski ada potensi berkurangnya hujan, data BMKG menunjukkan bahwa sejumlah wilayah masih akan mengalami curah hujan tinggi hingga sangat tinggi, yakni lebih dari 150 mm per dasarian (10 hari). Daerah-daerah yang berisiko antara lain:



Sebagian Jawa Barat dan Jawa Timur


Sulawesi Selatan


Maluku


Papua Barat Daya


Papua Tengah



Kondisi ini disebabkan oleh kombinasi beberapa gelombang atmosfer seperti Kelvin, Rossby Ekuator, dan Low Frequency, yang secara bersamaan aktif di wilayah Indonesia. Fenomena ini mendorong terbentuknya awan konvektif yang memicu hujan dengan intensitas sedang hingga lebat, terutama pada siang hingga sore hari.

Selain itu, sirkulasi siklonik dan daerah konvergensi yang membentang dari Sumatra hingga Papua juga memicu pertumbuhan awan hujan. Belum lagi faktor labilitas lokal yang tinggi di banyak wilayah Indonesia, mulai dari Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, hingga kawasan timur, yang berperan dalam proses pembentukan awan dan curah hujan.

Waspadai Gelombang Tinggi dan Angin Kencang di Perairan

BMKG juga mencatat adanya peningkatan kecepatan angin permukaan di beberapa wilayah perairan Indonesia. Daerah yang harus diwaspadai antara lain:



Laut Andaman


Samudra Hindia selatan Jawa


Laut Jawa


Laut Arafuru



Angin kencang ini dapat menyebabkan gelombang tinggi antara 2,5 hingga 4 meter, yang membahayakan pelayaran dan aktivitas di laut. Para nelayan dan pelaku sektor kelautan diimbau untuk selalu memperhatikan peringatan dini dan menghindari area rawan saat gelombang tinggi terjadi.

Prospek Cuaca Nasional: Cerah Berawan Tapi Masih Ada Ancaman Hujan

Secara umum, cuaca di Indonesia diperkirakan akan cerah berawan hingga hujan ringan, tetapi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat masih mungkin terjadi di berbagai provinsi. Wilayah yang berpotensi mengalami hujan antara lain:



Sumatera: Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung


Jawa: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur


Kalimantan: Kalbar, Kalteng, Kaltim, Kaltara, Kalsel


Sulawesi: Sulut, Gorontalo, Sulteng, Sulbar, Sulsel, Sultra


Wilayah Timur: Maluku, Maluku Utara, Papua Barat Daya, Papua, dan Papua Selatan



BMKG mengeluarkan peringatan dini untuk daerah-daerah dengan potensi hujan lebat yang disertai angin kencang dan petir, terutama di wilayah:



Papua Pegunungan (kategori SIAGA untuk hujan lebat)


NTB, NTT, Maluku, dan Papua Selatan (angin kencang)



Kesimpulan: Jangan Anggap Remeh Cuaca Saat Ini

Meski kita berada di pertengahan tahun dan seharusnya mulai memasuki musim kemarau, realitanya cuaca di Indonesia masih sangat dinamis dan belum sepenuhnya stabil. BMKG menegaskan bahwa masyarakat perlu tetap waspada dan tidak lengah menghadapi perubahan cuaca yang bisa terjadi sewaktu-waktu.

Dengan ancaman hujan lebat, angin kencang, hingga gelombang tinggi di laut, langkah antisipatif dan pemantauan informasi cuaca secara berkala sangatlah penting untuk menjaga keselamatan dan mencegah kerugian.

Apakah musim kemarau akan segera tiba sepenuhnya? Ataukah kita harus bersiap menghadapi musim pancaroba yang lebih panjang dari biasanya?
Copyright © Tampang.com
All rights reserved