Sumber foto: iStock

Musim Kemarau Serba Hujan? Ini Penjelasan BMKG

Tanggal: 11 Jul 2024 18:40 wib.
Indonesia, negara tropis yang terdiri dari ribuan pulau, saat ini sedang memasuki musim kemarau. Namun, fenomena yang menarik perhatian adalah munculnya hujan dengan intensitas tinggi secara menyeluruh di hampir semua wilayah Indonesia. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang mengapa hujan sering turun di tengah musim kemarau.

Dalam menjawab pertanyaan tersebut, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyampaikan penjelasan yang menarik. Menurutnya, hujan deras yang turun di tengah musim kemarau sebenarnya merupakan kejadian yang relatif normal dalam iklim Indonesia, bukan karena anomali iklim. Penjelasan ini mengangkat fakta bahwa letak geografis Indonesia, yang terletak di antara dua benua, yaitu Australia dan Asia, memainkan peran penting dalam pola musim hujan dan musim kemarau.

"Letak geografis ini menjadikan Indonesia memiliki dua musim yang berbeda, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Angin monsun barat dari Benua Asia membuat Indonesia mengalami musim hujan. Sementara secara umum, musim kemarau di Indonesia berkaitan dengan aktifnya angin monsun timur dari Australia yang bersifat kering," ungkap Dwikorita dalam konferensi pers daring di Jakarta, Senin (8/7/2024), seperti dilaporkan detikcom.

Penjelasan ini memberikan gambaran yang jelas mengenai pola musim hujan dan musim kemarau di Indonesia yang dipengaruhi oleh faktor geografis. Dalam hal ini, angin monsun barat dari Benua Asia membawa kelembapan ke wilayah Indonesia, sementara angin monsun timur dari Australia membawa cuaca kering.

Dalam konteks curah hujan, Dwikorita juga menjelaskan bahwa musim kemarau dikarakterisasi dengan curah hujan di suatu tempat kurang dari 50 mm/dasarian dan terjadi minimal tiga dasarian berturut-turut. Sementara itu, musim kemarau sendiri tidak terjadi secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, melainkan berlangsung dengan durasi yang bervariasi antar wilayah. Fakta ini menggambarkan kompleksitas iklim di Indonesia yang memiliki variasi musim kemarau yang berbeda-beda di setiap wilayahnya.

Berdasarkan pemantauan BMKG, hingga akhir Juni 2024, sebanyak 43% Zona Musim di Indonesia sedang mengalami musim kemarau. Adapun puncak musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi akan terjadi pada bulan Juli dan Agustus 2024, yang mencakup 77,27% wilayah zona musim. Hal ini menegaskan bahwa musim kemarau memiliki pola perubahan yang dapat diprediksi, meskipun dengan durasi dan intensitas yang bervariasi di setiap wilayahnya.

Namun, menariknya, meskipun musim kemarau sedang terjadi di sebagian wilayah Indonesia, hal ini tidak selalu menunjukkan kondisi iklim kering dan panas. Dwikorita menegaskan bahwa keragaman iklim di Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh musim, tetapi juga oleh berbagai faktor lain yang dapat mempengaruhi kondisi cuaca.

Menurut Dwikorita, faktor-faktor tersebut meliputi fenomena global seperti El Nino dan La Nina, fenomena regional seperti Madden Julian Oscillation, serta faktor lokal seperti adanya angin darat dan angin laut. Dengan demikian, kondisi cuaca yang terjadi merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor tersebut, sehingga dapat terjadi variasi kondisi cuaca yang kompleks di seluruh wilayah Indonesia.

Dalam konteks ini, perlu ditekankan bahwa pemahaman terhadap faktor-faktor tersebut tidak hanya penting bagi pihak BMKG dalam melakukan prediksi cuaca, tetapi juga bermanfaat bagi masyarakat dalam mengantisipasi dan mengelola dampak dari perubahan cuaca yang terjadi. Kesadaran akan kompleksitas faktor-faktor yang mempengaruhi cuaca dapat membantu masyarakat untuk lebih siap menghadapi berbagai kondisi cuaca ekstrem yang mungkin terjadi.

Dalam hal ini, upaya pemerintah dalam melakukan sosialisasi mengenai prakiraan cuaca, peringatan dini bencana, serta langkah-langkah mitigasi dapat menjadi langkah yang efektif dalam meminimalisir dampak dari perubahan kondisi cuaca yang tidak terduga. Dengan demikian, pemahaman akan kompleksitas iklim Indonesia dapat menjadi dasar untuk peningkatan kewaspadaan dan adaptasi terhadap perubahan cuaca yang semakin tidak dapat diprediksi.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved