Muhammadiyah Terima Konsesi Izin Tambang, DPD IMM DIY, PP Aisyiyah, dan Koalisi Masyarakat Sipil Bersuara
Tanggal: 5 Agu 2024 07:48 wib.
Muhammadiyah, sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, telah menarik perhatian dengan keputusannya untuk menerima konsesi izin tambang. Hal ini memicu reaksi dari Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (DPD IMM DIY) yang menilai bahwa keputusan ini dapat memperparah krisis lingkungan yang saat ini tengah dihadapi. Pada tanggal 28 Juni 2024, DPD IMM DIY merilis bahwa penerimaan konsesi tambang dapat memperpanjang krisis sosial-ekologis dan menimbulkan dampak buruk bagi warga yang terkena langsung dampak tambang batu bara.
Tak hanya DPD IMM DIY, Pimpinan Pusat Aisyiyah juga mengekspresikan penolakan terhadap kelanjutan aktivitas tambang ekstraktif di Indonesia. Mereka memandang bahwa keputusan ini tidak sejalan dengan upaya pemulihan lingkungan hidup. Pasalnya, pada poin kesatu sikap DPD IMM DIY, disebutkan bahwa aturan mengenai konsesi tambang bagi organisasi massa atau ormas keagamaan bertentangan dengan regulasi yang lebih tinggi dan cenderung mencerminkan kepentingan politik transaksional.
Meskipun demikian, Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, memberikan sebuah perspektif yang berbeda. Dia menyatakan bahwa penerimaan izin tambang bertujuan untuk memungkinkan Muhammadiyah untuk mengelola tambang dengan nilai-nilai ajaran agama. Menurutnya, ormas keagamaan harus diberi kesempatan untuk mengelola tambang dengan membawa ajaran agama dalam proses pengolahan. Anwar yakin bahwa pengelolaan tambang oleh ormas keagamaan akan berbeda dengan tambang yang dikelola oleh para kapital, mengedepankan nilai-nilai agama seperti kebersamaan dan saling peduli dengan lingkungan.
Di lain pihak, Pimpinan Pusat Aisyiyah masih berharap bahwa Muhammadiyah akan memutuskan untuk menolak izin tambang. Mereka menyampaikan keajaiban agar para pimpinan tidak menerima tawaran tersebut pada forum pertemuan yang akan digelar di Universitas Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta.
Seiring dengan perkembangan ini, Koalisi masyarakat sipil, akademisi, aktivis, dan mahasiswa di Yogyakarta yang tergabung dalam Forum Cik Di Tiro dan Jaringan Gugat Demokrasi (JAGAD) menggelar aksi simbolis untuk menekan PP Muhammadiyah agar menolak tawaran mengelola bisnis tambang di Indonesia.
Dalam aksi tersebut, jaringan masyarakat sipil menegaskan bahwa ormas keagamaan seharusnya tidak terlibat dalam bisnis tambang. Mereka merasa bahwa pemberian izin bisnis tambang akan membawa ormas keagamaan ke dalam permasalahan ekologis yang berdosa. Sana Ullaili dari SP Kinasih bahkan menyebutkan bahwa banyak dari korban pertambangan adalah anggota atau simpatisan ormas keagamaan. Hal ini menunjukkan bahwa hak-hak mereka harus dilindungi.
Selain itu, penolakan terhadap bisnis tambang juga disuarakan oleh jaringan masyarakat sipil karena khawatir bahwa penolakan tersebut tidak akan mengubah operasional WIUP yang kemungkinan tetap akan dioperasikan oleh pebisnis tambang lain yang mungkin lebih merusak lingkungan. Oleh karena itu, mereka menyerukan agar ormas bersama masyarakat menolak segala bentuk perusakan lingkungan.