Sumber foto: Pinterest

Monas: Monumen atau Simbol Ego Soekarno?

Tanggal: 14 Mei 2025 20:22 wib.
Monumen Nasional, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Monas, adalah salah satu ikon paling terkenal di Indonesia. Terletak di Jakarta, monumen ini telah menjadi simbol nasionalisme bagi masyarakat Indonesia. Namun, di balik keindahan arsitekturnya yang megah, terdapat kontroversi yang terus bergulir mengenai tujuan dan makna Monas. Apakah Monas sekadar sebuah monumen ataukah juga simbol ego dari Presiden pertama Indonesia, Soekarno?

Sejarah pembangunan Monas dimulai pada tahun 1961, ketika Soekarno mempersiapkan acara peringatan 17 Agustus yang ke-17. Konsep awal Monas adalah sebuah simbol kemerdekaan bangsa Indonesia yang lahir dari perjuangan dan pengorbanan. Ikon ini dirancang oleh arsitek Indonesia, Soedarso, dan dibangun dengan tujuan untuk mengekspresikan semangat nasionalisme. Bentuknya yang menjulang tinggi serta api emas yang terletak di puncaknya menggambarkan semangat perjuangan, harapan, dan cita-cita bangsa.

Di satu sisi, Monas memang berhasil menarik perhatian rakyat. Sebagai monumen yang melambangkan identitas nasional, Monas sering dijadikan tempat berkumpul dan menggelar acara-acara besar, seperti perayaan hari kemerdekaan. Monas juga menjadi kawasan edukasi sejarah bagi generasi muda, yang ingin mengenal lebih dalam tentang perjuangan bangsa. Namun, di sisi lain, terdapat kontroversi seputar pembangunannya yang sering dihubungkan dengan ego dan ambisi Soekarno.

Banyak yang berpendapat bahwa Monas adalah manifestasi dari keinginan Soekarno untuk dikenang sebagai pemimpin besar. Dengan membangun sebuah monumen yang megah, Soekarno berusaha memperkuat citra dirinya di mata masyarakat. Hingga saat ini, masalah ini masih menjadi perdebatan. Apakah Monas dirancang sebagai lambang persatuan dan kebanggaan rakyat, ataukah lebih kepada simbol pribadi bagi Soekarno yang ingin dikenang sepanjang masa?

Kontroversi ini diperkuat oleh pola pikir zaman dan konteks sejarah yang berbeda. Masyarakat pada era Soekarno lebih fokus pada pengembangan identitas nasional, sementara di era modern ini, pandangan terhadap Monas mulai dipertanyakan. Sebagian kalangan menilai Monas terlalu senantiasa berorientasi pada kepentingan politik dan cita-cita pribadi Soekarno, bukan semata-mata untuk mencerminkan semangat seluruh rakyat. Hal ini menimbulkan diskusi panjang mengenai tujuan dan makna dari Monas sebagai monumen peringatan.

Dalam konteks nasionalisme, Monas dapat dipandang sebagai simbol perjuangan dan pengorbanan rakyat Indonesia dalam meraih kemerdekaan. Namun, ketika kita melihat lebih dalam, akan muncul pertanyaan: Apakah semangat nasionalisme yang dimaksud benar-benar berasal dari perasaan rakyat, ataukah lebih didominasi oleh ambisi pribadi seorang pemimpin?

Tak bisa dipungkiri bahwa Monas tetap menjadi bagian penting dari sejarah Indonesia. Meskipun banyak kontroversi yang menyertai, Monas tetap menjadi titik pusat bagi banyak orang untuk mengekspresikan rasa cinta tanah airnya. Di tengah perdebatan, simbolisme Monas sebagai monumen tetap kuat, sekalipun di baliknya tersimpan cerita tentang ambisi, ego, dan visi seorang pemimpin. Persoalan ini menunjukkan betapa kompleksnya hubungan antara monumen, sejarah, dan pelestarian nasionalisme.

Seiring berjalannya waktu, Monas akan terus berfungsi sebagai pengingat akan perjuangan dan cita-cita bangsa. Namun, tugas kita adalah untuk terus mempertanyakan, merenungkan, dan mendiskusikan apa makna sebenarnya dari simbol-simbol yang telah diciptakan di tengah perjalanan panjang sejarah bangsa. Bagaimana hubungan kita dengan Monas sebagai warisan, serta bagaimana kita akan mengenang ceritanya di masa depan?
Copyright © Tampang.com
All rights reserved