Mode Ramah Lingkungan: Anastasia Setiobudi dan SukkhaCitta Hadirkan Koleksi Pertiwi dengan Pewarna Alami
Tanggal: 28 Agu 2025 13:58 wib.
Dalam dunia mode yang kerap didominasi oleh tren musiman dan penggunaan material sintetis, langkah yang ditempuh perancang busana lokal, Anastasia Setiobudi, melalui label SukkhaCitta menjadi sebuah terobosan penting. Melalui koleksi terbarunya yang bertajuk Pertiwi, ia menegaskan komitmennya pada praktik berkelanjutan dengan mengedepankan penggunaan bahan-bahan alami, khususnya dalam teknik pewarnaan kain. Koleksi ini secara resmi diluncurkan di gerai SukkhaCitta yang berlokasi di kawasan Senopati, Jakarta Selatan, pada hari Rabu, dan langsung menarik perhatian karena menghadirkan karya busana yang tidak hanya indah secara visual, tetapi juga sarat dengan filosofi ramah lingkungan.
Salah satu inovasi utama yang diangkat dalam koleksi ini adalah pemanfaatan tanaman indigofera sebagai sumber pewarna alami. Tanaman tersebut mampu menghasilkan spektrum warna beragam, mulai dari biru, hijau, hingga hitam yang khas, memberikan karakter unik pada setiap helai kain. Indigofera yang digunakan bukanlah hasil produksi massal, melainkan ditanam secara berkelanjutan melalui metode tumpang sari di kebun Rumah SukkhaCitta yang berlokasi di Jawa Timur. Melalui pola tanam ini, keberlanjutan lingkungan tetap terjaga, sekaligus memberdayakan para petani lokal yang turut terlibat dalam rantai pasok. Tidak hanya berhenti pada pewarna indigo, praktik yang sama juga diterapkan pada tanaman kapas Kanesia, yaitu kapas alami yang mampu menghasilkan serat berwarna cokelat tanpa tambahan bahan pewarna sintetis. Hal ini membuktikan bahwa SukkhaCitta benar-benar mengusahakan setiap tahap produksi busananya berasal dari alam dan dilakukan secara mandiri, mulai dari kapas hingga pewarna, sembari membangun kolaborasi erat bersama komunitas petani desa.
Lebih lanjut, eksplorasi terhadap pewarna alami juga terlihat dari cara SukkhaCitta menghadirkan warna merah dalam koleksi Pertiwi. Alih-alih menggunakan bahan kimia, warna tersebut dihasilkan dari ekstraksi kulit kayu (treebark). Bahan baku kulit kayu ini bukan diperoleh dengan merusak alam, melainkan berasal dari hasil kerja sama dengan industri furnitur lokal, memanfaatkan limbah kayu yang semula hanya menjadi sisa produksi. Dengan demikian, SukkhaCitta tidak hanya menciptakan warna alami yang memikat, tetapi juga memberi makna baru pada praktik pengolahan limbah, menjadikannya lebih bernilai sekaligus mengurangi potensi pencemaran lingkungan.
Selain fokus pada bahan baku dan teknik produksi, Anastasia juga menekankan aspek pemberdayaan sosial, terutama terhadap kelompok perempuan perajin. Melalui Rumah SukkhaCitta, ia membangun wadah yang berfungsi sebagai sekolah kerajinan dan pusat pelatihan vokasional. Para perajin yang selama ini sering berada di posisi rentan dalam industri fesyen, kini diberikan akses pada pengetahuan, keterampilan, serta ruang untuk menumbuhkan rasa percaya diri. Mereka diajarkan teknik pewarnaan alami, cara menanam kapas, hingga kemampuan untuk menilai karya mereka dengan harga yang adil. Tujuannya adalah mengubah posisi mereka dari sekadar price taker, yang hanya menerima harga pasar, menjadi sosok yang memiliki kendali penuh atas nilai ekonomi dari karya yang dihasilkan.
Rumah SukkhaCitta kini telah hadir di lima wilayah di Indonesia, meliputi dua lokasi di Jawa Tengah, satu di Jawa Timur, satu di Bali, serta satu di Flores. Kehadiran rumah-rumah ini membuat SukkhaCitta semakin lekat dengan praktik fesyen berkelanjutan yang mengutamakan keseimbangan antara alam, budaya, dan masyarakat. Keberadaan Rumah SukkhaCitta juga memperkuat ekosistem kreatif yang mendukung lahirnya karya-karya otentik, di mana setiap busana bukan sekadar hasil produksi massal, melainkan buah dari perjalanan panjang pembelajaran dan penguasaan keterampilan para perajin.
Koleksi Pertiwi sendiri menawarkan lini busana yang sarat makna, seperti kebaya, beskap, serta kain multifungsi yang didesain dengan konsep timeless dan versatile. Artinya, setiap busana tidak terikat pada tren musiman yang cepat berganti, melainkan hadir sebagai karya yang tahan lama, penuh nilai, dan dapat digunakan dalam berbagai kesempatan. Anastasia menjelaskan bahwa keputusan merilis produk baru bukanlah berdasarkan tren yang sedang populer, melainkan berangkat dari sejauh mana perkembangan keterampilan yang berhasil dicapai oleh para perajin binaannya. Proses ini membuat setiap produk memiliki cerita, nilai otentik, serta keselarasan dengan filosofi keberlanjutan yang diusung SukkhaCitta sejak awal.
Melalui seluruh rangkaian inisiatif ini, SukkhaCitta di bawah arahan Anastasia Setiobudi berhasil menunjukkan bahwa industri mode dapat berjalan beriringan dengan prinsip kelestarian alam dan pemberdayaan manusia. Koleksi Pertiwi bukan hanya simbol keindahan estetika, tetapi juga representasi nyata dari praktik etis dan berkelanjutan yang menghargai bumi sekaligus manusia yang merawatnya. Dengan demikian, busana tidak lagi sekadar menjadi tren singkat yang berumur pendek, melainkan karya yang membawa pesan kuat tentang tanggung jawab, keberlanjutan, serta penghargaan terhadap warisan budaya dan alam Indonesia.