Menghidupkan Kembali Pesona Radio di Era Digital dengan Program "Radio Masih Ada"
Tanggal: 7 Jul 2025 19:48 wib.
Kementerian Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, dalam kolaborasi dengan Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI), meluncurkan program inovatif bertajuk "Radio Masih Ada". Inisiatif ini bertujuan untuk mengembalikan dan menghidupkan kembali peran radio di tengah era transformasi digital yang semakin pesat. Menteri Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya, menjelaskan bahwa langkah ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan radio sejalan dengan perkembangan digitalisasi yang kini marak terjadi, terutama dalam industri kreatif.
Riefky mengungkapkan harapannya agar program ini mampu membangkitkan semangat dan kenangan nostalgia yang sering kali dihadirkan oleh media radio. Dalam acara peluncuran di Jakarta pada hari Senin lalu, dirinya menyatakan bahwa radio memiliki kekuatan untuk mendekatkan pendengar dan menghadirkan suasana yang tak tergantikan. "Kita meluncurkan program ini sebagai upaya bersama untuk menghidupkan kembali kehangatan radio,” terang Riefky.
Lebih lanjut, program "Radio Masih Ada" tidak hanya berfokus pada stasiun radio tradisional, tetapi juga akan menyasar gedung perkantoran dan tempat publik lainnya dengan menghadirkan mini studio. Konsep ini bertujuan untuk menciptakan ruang berkreasi bagi para pendengar sekaligus menghidupkan industri radio yang ditantang oleh kehadiran platform digital. Dengan melibatkan anak-anak muda, program ini diharapkan dapat menjadi sarana bagi mereka untuk mengekspresikan kreasi dan bakat, sekaligus melibatkan mereka dalam dunia industri kreatif yang lebih luas, seperti periklanan, musik, dan penyiaran.
Direktur Utama LPP RRI, I Hendrasmo, juga menyatakan betapa pentingnya pesan yang ingin disampaikan melalui kolaborasi ini. Ia menegaskan bahwa radio masih relevan, diperlukan, dan memiliki masa depan yang cerah. “Radio adalah media yang memiliki karakter unik, yang tidak bisa digantikan oleh media visual. Ia membangun imajinasi, kedekatan emosional, dan menyampaikan informasi dengan cara yang lebih personal dan akrab,” papar Hendrasmo.
Menurut data yang diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik tahun 2024, sebanyak 8,6 persen dari total populasi Indonesia atau sekitar 25 juta orang masih setia menjadi pendengar radio. Terlebih lagi, survei yang dilakukan oleh Good Start menunjukkan bahwa 52 persen anak muda di Indonesia mendengarkan radio setidaknya dalam satu bulan terakhir. Sebanyak 14,6 persen dari responden mengaku mendengarkan radio 2 hingga 4 kali dalam seminggu, sedangkan 10 persen lainnya mengaku mendengarkan setiap hari.
Hendrasmo juga menambahkan bahwa perubahan pola mendengarkan radio saat ini mulai beralih ke platform digital melalui komputer dan smartphone. Namun, menariknya, 52 persen pendengar masih bertahan menggunakan perangkat analog. “Hal ini menunjukkan bahwa radio sedang beradaptasi dan terus mencari cara baru untuk menjalin komunikasi dengan pendengar. Radio tetap menjadi media yang inklusif, mudah diakses, dan memiliki jangkauan yang luas, bahkan sampai ke daerah-daerah terjauh yang mungkin belum stabil koneksi internetnya,” tuturnya.
Kerjasama ini tidak hanya bertujuan untuk memperkuat ekosistem industri radio yang ada, tetapi juga untuk mendorong inovasi konten berbasis audio dan ekonomi kreatif. Ini mencakup penyiaran komunitas, podcast lokal, hingga kampanye sosial yang memberikan dampak signifikan. Dengan langkah-langkah yang diambil dalam program ini, diharapkan dapat menciptakan suasana baru yang mendukung keberlangsungan radio di Indonesia, meskipun di tengah era digital yang serba maju.