Mengapa Musim Sekarang Kian Tak Menentu?
Tanggal: 9 Jul 2025 09:16 wib.
Dahulu, masyarakat Indonesia akrab dengan pola musim yang jelas: kemarau yang panjang dan kering, disusul dengan musim hujan yang membawa kesuburan. Petani tahu kapan harus menanam, nelayan memahami kapan waktu terbaik untuk melaut, dan semua aspek kehidupan seakan terikat pada ritme alam yang teratur. Namun, belakangan ini, pola tersebut seolah luntur. Musim kemarau bisa datang terlalu cepat atau terlalu lambat, hujan lebat bisa tiba-tiba mengguyur di luar perkiraan, dan fenomena cuaca ekstrem kian sering terjadi. Pertanyaannya, mengapa musim di negara kita, bahkan di belahan dunia lain, kini kian tak menentu?
Perubahan Iklim Global sebagai Akar Masalah
Penyebab utama di balik ketidakmenentuan musim adalah perubahan iklim global. Ini bukan lagi sekadar teori, melainkan realitas yang dampaknya sudah sangat terasa. Peningkatan suhu rata-rata bumi akibat akumulasi gas rumah kaca di atmosfer mengubah sistem iklim secara fundamental. Gas-gas ini, seperti karbon dioksida dan metana, sebagian besar berasal dari aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi, batu bara, gas alam) untuk energi, transportasi, dan industri, serta deforestasi (penebangan hutan).
Ketika suhu global naik, keseimbangan energi di atmosfer ikut terganggu. Ini memengaruhi pola tekanan udara, arus laut, dan sirkulasi angin global, yang semuanya merupakan penentu utama pola cuaca dan musim di berbagai wilayah. Indonesia, sebagai negara tropis, sangat rentan terhadap perubahan kecil sekalipun dalam sistem iklim ini.
Anomali Pola Hujan dan Suhu
Dampak langsung dari perubahan iklim terhadap musim di Indonesia terlihat dari anomali pola hujan dan suhu. Musim kemarau yang seharusnya kering bisa saja diselingi oleh hujan intensitas tinggi, atau sebaliknya, musim hujan yang seharusnya basah justru mengalami periode kering yang panjang. Intensitas curah hujan juga menjadi lebih ekstrem: kekeringan panjang di satu wilayah, diikuti oleh banjir bandang yang merusak di wilayah lain dalam waktu berdekatan.
Peningkatan suhu juga memengaruhi penguapan air, yang pada gilirannya memengaruhi pembentukan awan dan presipitasi. Suhu permukaan laut yang menghangat juga berkontribusi pada intensitas badai tropis dan peristiwa cuaca ekstrem lainnya, seperti La Nina atau El Nino yang semakin sering dan dampaknya lebih terasa. Fenomena El Nino, misalnya, cenderung menyebabkan kemarau panjang dan kekeringan, sementara La Nina membawa curah hujan yang lebih tinggi. Perubahan iklim membuat siklus alami ini menjadi lebih tidak terduga dan intens.
Pengaruh Fenomena Lokal dan Regional
Selain faktor global, fenomena lokal dan regional juga turut memperparah ketidakmenentuan musim. Perubahan tata guna lahan, seperti alih fungsi hutan menjadi perkebunan atau permukiman, mengurangi kemampuan tanah menyerap air hujan, meningkatkan risiko banjir dan kekeringan. Area resapan air yang berkurang juga memperparah kondisi.
Urbanisasi dan pembangunan infrastruktur yang tidak berkelanjutan juga menciptakan "pulau panas perkotaan" (urban heat island effect), di mana suhu di perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan area sekitarnya. Ini memengaruhi pola konveksi udara lokal dan distribusi curah hujan. Meskipun dampaknya bersifat lokal, akumulasi dari fenomena-fenomena ini secara regional dapat memberikan kontribusi pada pola musim yang tidak stabil.
Dampak Berantai pada Kehidupan
Ketidakmenentuan musim ini memiliki dampak berantai yang luas bagi kehidupan. Sektor pertanian adalah yang paling terpukul. Petani kesulitan menentukan waktu tanam dan panen yang tepat, mengancam produksi pangan dan kesejahteraan mereka. Risiko gagal panen meningkat, berdampak langsung pada pasokan dan harga kebutuhan pokok.
Selain itu, sektor perikanan, pariwisata, hingga kesehatan masyarakat juga merasakan efeknya. Peningkatan kasus penyakit yang berhubungan dengan cuaca ekstrem, kerusakan infrastruktur akibat banjir atau tanah longsor, dan kerugian ekonomi akibat terganggunya aktivitas adalah konsekuensi nyata yang harus dihadapi. Ketidakpastian ini menciptakan tantangan besar dalam perencanaan dan mitigasi risiko di berbagai sektor.
Ketidakmenentuan musim bukan lagi anomali sesekali, melainkan cerminan dari perubahan iklim yang telah berlangsung dan akan terus memengaruhi kehidupan. Ini menuntut respons serius dari semua pihak. Upaya mitigasi melalui pengurangan emisi gas rumah kaca adalah investasi jangka panjang untuk memperlambat laju perubahan iklim. Namun, karena dampaknya sudah terasa, adaptasi juga menjadi krusial.
Pemerintah, masyarakat, dan berbagai sektor perlu bersama-sama membangun ketahanan terhadap perubahan iklim: mengembangkan varietas tanaman yang lebih tahan cuaca ekstrem, membangun sistem irigasi yang efisien, meningkatkan sistem peringatan dini bencana, dan menerapkan tata ruang yang berkelanjutan.