Mengapa Indonesia Lama Sekali jika Ingin Menjadi Negara Maju?
Tanggal: 14 Jul 2025 17:14 wib.
Impian Indonesia menjadi negara maju sudah bergema puluhan tahun. Potensi negeri ini memang luar biasa: sumber daya alam melimpah, populasi muda dan besar, serta lokasi geografis yang strategis. Namun, di tengah semua modalitas itu, laju kemajuan seringkali terasa lambat, bahkan tersendat. Perjalanan menuju status negara maju tidak sesederhana membalik telapak tangan; ada kompleksitas tantangan yang mengakar dan memerlukan upaya konsisten dari berbagai lini.
Kesenjangan Pembangunan dan Kualitas Sumber Daya Manusia
Salah satu ganjalan utama adalah kesenjangan pembangunan yang masih menganga lebar. Pembangunan tidak merata, dengan fokus yang masih terpusat di Jawa dan beberapa kota besar. Daerah-daerah terpencil, terutama di Indonesia bagian timur, seringkali tertinggal jauh dalam akses infrastruktur dasar seperti jalan, listrik, air bersih, hingga fasilitas kesehatan dan pendidikan. Ketimpangan ini menghambat mobilitas ekonomi dan sosial masyarakat, membuat potensi di luar Jawa tidak teroptimalkan.
Bersamaan dengan itu, kualitas sumber daya manusia (SDM) masih menjadi pekerjaan rumah besar. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia memang terus membaik, namun masih jauh di bawah negara-negara maju. Masalahnya bukan hanya pada tingkat pendidikan formal, tetapi juga relevansi kurikulum dengan kebutuhan industri, kualitas pengajar, dan ketersediaan pelatihan vokasi yang memadai. Lulusan pendidikan seringkali belum sepenuhnya siap kerja atau tidak memiliki skill yang dibutuhkan pasar. Tanpa SDM yang berkualitas tinggi dan merata, sulit bagi Indonesia untuk bertransformasi dari ekonomi berbasis sumber daya alam menjadi ekonomi berbasis inovasi dan pengetahuan, yang merupakan ciri khas negara maju.
Tantangan Birokrasi dan Iklim Investasi
Iklim usaha dan investasi adalah motor penggerak ekonomi yang kuat. Namun, Indonesia masih menghadapi tantangan serius dalam efisiensi birokrasi dan kepastian hukum. Prosedur perizinan yang berbelit, tumpang tindih regulasi, dan potensi pungutan liar seringkali menjadi hambatan bagi investor, baik lokal maupun asing. Ini membuat biaya berbisnis di Indonesia menjadi lebih tinggi dan prosesnya lebih lambat dibandingkan negara tetangga.
Meskipun pemerintah telah berupaya melakukan reformasi birokrasi dan deregulasi, implementasinya di lapangan masih membutuhkan pengawasan ketat. Korupsi juga masih menjadi momok yang mengikis kepercayaan investor dan merusak efisiensi anggaran negara. Dana yang seharusnya bisa dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur atau peningkatan kualitas layanan publik, justru menguap akibat praktik lancung ini. Birokrasi yang lamban dan kurang transparan, ditambah praktik korupsi, menciptakan ketidakpastian yang sangat tidak disukai oleh iklim investasi yang sehat.
Ketergantungan pada Komoditas dan Hilirisasi yang Belum Optimal
Secara historis, ekonomi Indonesia sangat bergantung pada ekspor komoditas mentah seperti sawit, batu bara, atau nikel. Ketergantungan ini membuat perekonomian rentan terhadap fluktuasi harga komoditas global. Ketika harga jatuh, ekonomi bisa terguncang. Negara maju umumnya memiliki ekonomi yang terdiversifikasi, dengan sektor manufaktur berteknologi tinggi, jasa, dan inovasi sebagai tulang punggungnya.
Upaya hilirisasi sebenarnya sedang digencarkan untuk meningkatkan nilai tambah produk mentah menjadi produk jadi. Namun, proses ini membutuhkan investasi besar, teknologi canggih, dan SDM yang mumpuni. Masih banyak produk yang seharusnya bisa diolah di dalam negeri, namun justru diekspor dalam bentuk mentah. Ini berarti Indonesia kehilangan kesempatan untuk menciptakan lapangan kerja yang lebih berkualitas dan meningkatkan pendapatan per kapita secara signifikan. Transformasi ekonomi ini memerlukan waktu dan komitmen jangka panjang.
Infrastruktur dan Konektivitas yang Belum Memadai
Meskipun sudah banyak kemajuan, infrastruktur dan konektivitas di Indonesia masih belum merata dan memadai untuk mendukung laju ekonomi yang pesat. Biaya logistik yang tinggi akibat kurangnya infrastruktur transportasi yang efisien (jalan tol, pelabuhan, kereta api) antar pulau menghambat distribusi barang dan jasa. Akses internet di daerah terpencil juga masih menjadi masalah, membatasi akses masyarakat terhadap informasi dan peluang digital.
Infrastruktur yang kurang memadai tidak hanya meningkatkan biaya produksi barang, tetapi juga menghambat investasi, membatasi akses pasar bagi produk lokal, dan memperparah kesenjangan antar daerah. Pembangunan infrastruktur yang masif memang sedang berjalan, namun cakupannya masih sangat luas dan membutuhkan waktu serta alokasi anggaran yang besar untuk bisa benar-benar terasa dampaknya secara nasional.
Perjalanan menuju status negara maju memang bukan sprint, melainkan maraton panjang yang penuh tantangan. Indonesia memiliki semua modal untuk maju, namun perlu penanganan serius terhadap kesenjangan pembangunan dan kualitas SDM, reformasi birokrasi yang menyeluruh, diversifikasi ekonomi melalui hilirisasi, serta pemerataan infrastruktur.