Menelusuri Jejak Kekerasan: Akar Konflik Muslim Uighur di Xinjiang, China
Tanggal: 17 Jul 2024 08:08 wib.
Konflik antara pemerintah Tiongkok dan masyarakat Muslim Uighur di wilayah Xinjiang telah menjadi sorotan internasional dalam beberapa tahun terakhir. Kekerasan yang terus berlanjut telah menimbulkan pertanyaan besar tentang akar penyebab konflik ini. Konflik ini menjadi semakin rumit karena melibatkan unsur politik, ekonomi, dan agama. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam, mari kita menelusuri jejak kekerasan dan akar konflik Muslim Uighur di Xinjiang, China.
Sejarah konflik ini telah berakar sejak lama. Provinsi Xinjiang di Tiongkok adalah tempat tinggal bagi sebagian besar etnis Muslim Uighur. Mereka telah lama menuntut otonomi dan menjaga identitas budaya mereka, yang sering kali bertentangan dengan kebijakan pemerintah Tiongkok yang bersifat asimilasi dan kontrol terhadap wilayah tersebut. Ketegangan semakin meningkat sejak pemerintah Tiongkok memperluas pengaruhnya di Xinjiang, dengan membangun kamp-kamp pemasyarakatan untuk memperjuangkan program "penyatuan nasional" yang dipandang sebagai penindasan terhadap masyarakat Muslim Uighur.
Selain faktor politik, konflik di Xinjiang juga terkait dengan isu ekonomi. Wilayah ini kaya akan sumber daya alam, terutama minyak dan gas. Pemerintah Tiongkok secara aktif mengembangkan wilayah ini untuk kepentingan ekonomi nasional, namun seringkali tanpa memberikan manfaat yang adil bagi masyarakat lokal, terutama Muslim Uighur. Ketidakadilan ekonomi ini telah memicu ketegangan antara masyarakat lokal dan pemerintah yang dipandang sebagai agenda kolonialisasi dan eksploitasi yang memicu kemarahan.
Selain faktor politik dan ekonomi, dimensi agama juga memainkan peran penting dalam konflik ini. Pemerintah Tiongkok secara terbuka membatasi praktik keagamaan Islam di Xinjiang, dengan melarang puasa Ramadan, memaksa masyarakat untuk mengkonsumsi alkohol dan daging babi, serta menerapkan larangan terhadap pakaian dan simbol-simbol keagamaan Islam. Langkah-langkah ini dianggap sebagai tindakan represif yang merusak identitas agama dan budaya masyarakat Muslim Uighur.
Kekerasan yang terjadi di Xinjiang telah menimbulkan keprihatinan di komunitas internasional. Organisasi hak asasi manusia dan negara-negara lain mengecam tindakan represif pemerintah Tiongkok terhadap masyarakat Muslim Uighur. Namun demikian, upaya-upaya diplomasi dan intervensi internasional belum mampu mengakhiri konflik ini.