Mendorong Teh Indonesia Melalui Tea Fest 2025

Tanggal: 21 Jul 2025 10:44 wib.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia, Alfiansyah Bustami, yang lebih dikenal dengan sebutan Komeng, menegaskan bahwa acara Tea Fest 2025 merupakan sebuah langkah strategis yang sangat penting untuk mengangkat dan memajukan industri teh di Indonesia agar lebih kompetitif dan berdaya saing di kancah internasional. 

"Teh harus dapat bersaing dengan berbagai minuman lainnya. Padahal, teh itu telah menjadi bagian penting dari budaya kita di Indonesia," ungkap Komeng saat memberikan pernyataan di acara yang berlangsung di Bandung, Jawa Barat, pada hari Minggu lalu. Ia mencatat bahwa ada banyak jenis produk teh lokal yang telah dikenal luas oleh masyarakat, seperti teh talua asal Sumatera dan teh tarik yang telah menjadi salah satu kebiasaan minum teh yang khas di beberapa daerah.

Lebih jauh lagi, Komeng menjelaskan bahwa Jawa Barat adalah daerah yang memiliki sejarah panjang dalam penanaman teh. "Teh pertama kali ditanam di daerah ini, dan saat ini, Jawa Barat juga menjadi penghasil teh terbesar di Indonesia. Dengan demikian, sangatlah tepat jika kita mengembangkan produk teh lokal agar sepopuler tren kopi yang saat ini berkembang pesat, terutama di daerah Canggu, Bali," tambahnya.

Dia juga menyampaikan harapannya agar kebiasaan meminum teh dapat diangkat ke permukaan masyarakat, sama halnya dengan tren ngopi yang sangat dikenal di warung kopi. Komeng menekankan bahwa saat ini belum ada warung teh yang khusus untuk menikmati berbagai jenis teh. "Orang-orang lebih mengenal warung kopi, tetapi sayangnya tidak ada warung teh. Kita sudah dikenalkan dengan teh sejak kecil, dan seharusnya ada tempat yang lebih khusus untuk menikmatinya," tuturnya.

Pakar teh, Dadan Rohdiana, menilai bahwa perhatian pemerintah terhadap industri teh perlu ditingkatkan. Ia mengungkapkan bahwa saat ini teh bahkan tidak termasuk dalam daftar 10 komoditas unggulan nasional. "Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah seolah memandang sebelah mata terhadap teh, yang berbeda dengan komoditas seperti lada," ujar Dadan dengan nada keprihatinan. 

Meskipun Indonesia memiliki lebih dari 270 juta penduduk yang menunjukkan bahwa konsumsi teh dalam negeri cukup tinggi, produksi teh nasional terasa belum memadai, hanya sekitar 90 ribu ton per tahun. "Jika setiap orang hanya minum satu gram teh dalam sehari, produksi kita masih kalah," imbuhnya. Yang lebih ironis, Indonesia terpaksa mengimpor teh berkualitas tinggi dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

Dadan menjelaskan bahwa masalah dalam industri teh terjadi di setiap lini, mulai dari petani hingga proses distribusi. Di tingkat petani, produktivitas teh masih tergolong rendah, dan akses untuk mendapatkan pembiayaan dari lembaga keuangan juga sangat sulit. "Ketika kami mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan sejenisnya, kami merasa cukup terhambat, karena teh dianggap sebagai usaha yang tidak menjanjikan secara ekonomi," jelasnya lebih lanjut.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved