Melindungi Anak Perempuan: Pemahaman dan Implikasi Pasal 332 KUHP
Tanggal: 10 Mei 2025 11:57 wib.
Tampang.com | Pasal 332 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia telah lama menjadi sorotan dalam diskusi hukum dan perlindungan anak. Pasal ini mengatur tentang tindak pidana melarikan perempuan di bawah umur, namun implementasinya sering kali menimbulkan kontroversi. Apakah pasal ini benar-benar melindungi perempuan dan anak, atau justru berpotensi digunakan untuk menjerat pihak-pihak yang berusaha melindungi mereka?
Isi dan Penjelasan Pasal 332 KUHP
Pasal 332 KUHP berbunyi:
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, barang siapa membawa pergi seorang perempuan yang belum dewasa, tanpa dikehendaki orang tuanya atau walinya tetapi dengan persetujuannya, dengan maksud untuk memastikan penguasaannya terhadap perempuan itu, baik di dalam maupun di luar perkawinan.
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, barang siapa membawa pergi seorang perempuan dengan tipu muslihat, kekerasan, atau ancaman kekerasan, dengan maksud untuk memastikan penguasaannya terhadap perempuan itu, baik di dalam maupun di luar perkawinan.
Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan.
Pengaduan dilakukan:
Jika perempuan ketika dibawa pergi belum dewasa, oleh dia sendiri atau orang lain yang harus memberi izin bila dia kawin.
Jika perempuan ketika dibawa pergi sudah dewasa, oleh dia sendiri atau oleh suaminya.
Jika yang membawa pergi lalu kawin dengan perempuan yang dibawa pergi dan terhadap perkawinan itu berlaku aturan-aturan Burgerlijk Wetboek, maka tak dapat dijatuhkan pidana sebelum perkawinan itu dinyatakan batal.
Kontroversi dan Implementasi di Lapangan
Meskipun tujuan awal dari pasal ini adalah untuk melindungi perempuan di bawah umur dari penculikan atau perbuatan tidak senonoh, dalam praktiknya, pasal ini sering kali digunakan secara tidak tepat. Beberapa kasus menunjukkan bahwa pasal ini dapat digunakan untuk menjerat aktivis atau pendamping anak yang berusaha melindungi anak dari kekerasan atau pelecehan di rumah.
Sebagai contoh, seorang aktivis pendamping anak pernah dilaporkan ke polisi dengan tuduhan melarikan anak di bawah umur, padahal anak tersebut melarikan diri dari rumah karena mengalami kekerasan. Meskipun akhirnya kasus tersebut dihentikan karena tidak cukup bukti, hal ini menunjukkan potensi penyalahgunaan pasal ini.
Perlindungan atau Ancaman?
Pasal 332 KUHP merupakan delik aduan, artinya penuntutan hanya dapat dilakukan jika ada pengaduan dari pihak yang berhak. Namun, dalam beberapa kasus, pengaduan dapat dilakukan oleh orang tua atau wali yang justru menjadi pelaku kekerasan terhadap anak. Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah pasal ini benar-benar melindungi anak, atau justru dapat digunakan oleh pelaku kekerasan untuk menjerat pihak yang berusaha melindungi korban?
Perlu Revisi dan Penyesuaian
Dalam konteks perlindungan anak dan perempuan, penting untuk meninjau kembali pasal-pasal dalam KUHP yang berpotensi disalahgunakan. Revisi terhadap Pasal 332 KUHP perlu dilakukan untuk memastikan bahwa hukum benar-benar berpihak pada korban dan tidak digunakan untuk melindungi pelaku kekerasan.
Kesimpulan
Pasal 332 KUHP memiliki niat awal untuk melindungi perempuan di bawah umur dari tindakan melarikan atau penculikan. Namun, implementasinya di lapangan menunjukkan bahwa pasal ini dapat disalahgunakan dan justru mengancam hak-hak perempuan dan anak. Oleh karena itu, perlu adanya revisi dan penyesuaian terhadap pasal ini agar sesuai dengan prinsip perlindungan korban dan keadilan hukum.