May Day di Jogja, Buruh dan Mahasiswa Berdemo Sambil Tuntut UMP dan Perumahan Murah
Tanggal: 1 Mei 2024 21:34 wib.
Hari Buruh atau May Day di Kota Yogyakarta, Rabu (1/5), disambut dengan aksi demonstrasi yang diikuti oleh massa buruh yang tergabung dalam serikat buruh dan kelompok mahasiswa. Mereka melakukan longmars memperingati May Day sambil menyoroti masalah upah buruh yang dinilai sudah sangat jauh dari harga rumah.
Massa awalnya berkumpul di Tugu Pal Putih dan bergerak menyebar ke Jalan Mangkubumi hingga kawasan Malioboro dan Titik Nol Kilometer. Mereka membawa bendera dari berbagai serikat pekerja, seperti SPSI, KSPSI, SPN, Partai Buruh, Jaringan Gugat Demokrasi (Sejagad), Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA) PRT, dan lainnya.
Salah satu koordinator dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA) PRT, Jumiyem, menegaskan tuntutan mereka kepada Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk membangun perumahan murah bagi para buruh. Hal ini dilatarbelakangi oleh upah minimum provinsi (UMP) DIY sebesar Rp2,4 juta yang dianggap terlalu rendah oleh JALA PRT.
Menurut Jumiyem, upah buruh yang sangat rendah di Yogyakarta membuat para pekerja tidak mampu membeli rumah atau memenuhi kebutuhan pokok mereka sehari-hari. Ia juga menambahkan bahwa harga tanah dan material bangunan di DIY terus mengalami kenaikan, sementara kebutuhan pokok juga semakin mahal.
Pada aksi tersebut, para buruh dan mahasiswa juga menyoroti kondisi para buruh, termasuk pekerja rumah tangga (PRT) yang masih belum mendapatkan perhatian dari pemerintah. Mereka menuntut agar nasib para buruh layak diperhatikan mengingat kontribusi mereka dalam mendorong perekonomian di daerah.
Selain itu, Koordinator Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Yogyakarta juga menuntut pemerintahan yang baru untuk mencabut Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dan mengganti regulasi ketenagakerjaan tersebut. Mereka menginginkan agar UU Nomor 13 Tahun 2023 tentang ketenagakerjaan kembali diberlakukan dan sistem kontrak serta outsourcing dihapuskan.
Tidak hanya itu, para buruh juga mengharapkan adanya realisasi program reforma agraria, pencabutan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan UU Kesejahteraan Ibu dan Anak, serta perlindungan yang lebih baik bagi buruh migran. Mereka juga menekankan perlunya adaptasi kebijakan ketenagakerjaan mengikuti perkembangan ekonomi kreatif dan memberikan upah yang lebih layak.
Terkait dengan upah minimum, mereka menuntut Pemda DIY untuk merevisi Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2024 di wilayahnya minimal 15% lebih tinggi dari sebelumnya, karena upah minimum di DIY dinilai masih jauh di bawah Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang berkisar Rp3,5 hingga Rp4 juta.
Selain itu, Pemda DIY juga didesak untuk menyediakan layanan transportasi publik yang melintasi kawasan pabrik dengan diskon bagi pekerja serikat buruh. Mereka juga menyerukan program beasiswa pendidikan bagi buruh dan keluarganya serta penguatan koperasi untuk mendukung pendapatan buruh di luar upah.
Aksi may day tahun ini menegaskan bahwa perlindungan dan kesejahteraan buruh masih menjadi isu krusial yang harus mendapat perhatian serius, baik dari pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya. Diharapkan aksi ini dapat membawa perubahan positif dalam bidang ketenagakerjaan di Indonesia.