Mantan Gubernur Maluku Utara Bantah Menghabiskan Rp3 Miliar untuk 'Main' dengan Wanita
Tanggal: 27 Jul 2024 09:53 wib.
Mantan Gubernur Maluku Utara (Malut) Abdul Gani Kasuba membantah tudingan yang menyebut bahwa dirinya menghabiskan Rp3 miliar untuk ngamar dengan sejumlah wanita. Hal ini disampaikan saat sidang kasus gratifikasi di Pengadilan Ternate seperti dilansir oleh Antara pada Jumat (26/7). Sidang tersebut dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai oleh Rommel Franciskus Tampubolon didampingi oleh empat hakim anggota, yaitu Haryanta, Kadar Nooh, Moh Yakob Widodo, dan Samhadi. Sidang dilaksanakan pada Rabu (24/7) merupakan momentum krusial dalam kasus yang menjerat Abdul Gani.
Abdul Gani menyatakan bahwa dirinya tidak pernah meminta mengumpulkan uang untuk perempuan dan menganggap mereka sebagai anak-anaknya. Ia menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak benar dan bahwa ia tidak pernah mengumpulkan uang untuk berdua dengan wanita di hotel.
Tudingan ini bermula ketika jaksa penuntut umum pada KPK menunjukkan bukti 130 transaksi senilai Rp3 miliar yang diduga berkaitan dengan kegiatan ngamar Abdul Gani dengan sejumlah wanita. Bukti transaksi itu disebut jaksa menunjukkan transfer untuk perempuan melalui saksi anggota DPRD Halmahera Selatan, Eliya Gabrina Bachmid sesuai arahan Abdul Gani.
Namun, Abdul Gani membantah tudingan tersebut dengan mengklaim bahwa bukti-bukti transaksi yang disampaikan jaksa harus diteliti lebih lanjut karena ada angka-angka yang diduga ganda. Uang yang diberikan kepada perempuan tersebut, menurut Abdul Gani, mulai dari Rp10 juta hingga Rp50 juta.
Dalam sidang itu, saksi Eliya Gabrina Bachmid juga turut dihadirkan oleh jaksa. Eliya berpegang pada keterangannya bahwa ia diminta oleh Abdul Gani untuk membawakan perempuan ke hotel dan membayar perempuan itu setelah ngamar dengan Abdul Gani.
Jaksa KPK kemudian menunjukkan bukti dari saksi Eliya Gabrina Bachmid melakukan transaksi di empat rekening, dan uang senilai Rp6 miliar pun terdeteksi di salah satu rekeningnya. Saksi ini juga mengakui bahwa Abdul Gani sering memintanya memberikan uang kepada wanita tersebut menggunakan uang pribadi, yang nantinya digantikan oleh Abdul Gani.
Selain itu, Eliya juga mengungkapkan bahwa nilai uang yang diberikan kepada perempuan yang menemani Abdul Gani di hotel ini mencapai Rp3 miliar. Ia mengaku telah menjadi penghubung dan dimintai bantuan oleh Abdul Gani untuk membawakan wanita ke hotel. Ia juga mengaku telah mengantar dan menemani puluhan wanita bertemu dengan Abdul Gani di hotel, meninggalkan perempuan tersebut bersama Abdul Gani yang menghabiskan waktu berdua selama 1-2 jam.
Tudingan ini bukan saja mengenai persoalan moral dan etika, namun juga menimbulkan dugaan kasus gratifikasi yang tak bisa dianggap enteng. Dengan melibatkan anggota DPRD sebagai salah satu saksi, kasus ini semakin menjadi sorotan publik karena melibatkan pejabat publik dan penyalahgunaan wewenang.
Meskipun demikian, pada kasus ini diperlukan pendalaman yang lebih mendalam untuk memastikan kebenaran atas tuduhan yang dialamatkan kepada Abdul Gani. Proses hukum yang berjalan harus bisa memberikan keadilan yang sesungguhnya dengan menelaah setiap pernyataan para saksi dan bukti-bukti yang dihadirkan. Pihak berwenang perlu menegakkan prinsip presumsi asas kedaulatan hukum dan praduga tak bersalah dalam menangani kasus tersebut.
Kasus ini juga memberikan pelajaran bagi penegak hukum dan pejabat publik dalam mempertahankan kejujuran dan moralitas dalam melaksanakan tugas serta tanggung jawab yang diembannya. Keberadaan regulasi dan kebijakan yang lebih ketat dalam menjaga etika publik dan melindungi harta negara dari penyalahgunaan adalah salah satu hal yang perlu diperhatikan. Menegakkan integritas tidak hanya sebagai peraturan formal, namun harus tercermin dalam perilaku sehari-hari sebagai bagian dari pelayanan publik yang berkualitas kepada masyarakat.
Proses hukum atas kasus yang menimbulkan konflik ini harus diperlakukan dengan adil dan berdasarkan fakta yang jelas tanpa adanya intervensi atau kepentingan pribadi. Keadilan dalam penegakan hukum harus menjadi prioritas utama, dan proses hukum harus dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum akan tetap terjaga, dan kasus ini bisa menjadi landasan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan integritas moral pejabat publik ke depannya.