Sumber foto: Padang Ekspress

Mantan Dirjen Kominfo Jadi Tersangka Korupsi Rp958 Miliar, Apa Fakta di Balik Kasus PDNS 2020-2024?

Tanggal: 25 Mei 2025 01:27 wib.
Kasus dugaan korupsi besar-besaran kembali menyeruak di dunia pemerintahan, kali ini melibatkan pejabat tinggi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Mantan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika periode 2016-2024, Semuel Abrijani Pangerapan, resmi ditetapkan sebagai salah satu tersangka dalam perkara dugaan korupsi pengadaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) tahun 2020 hingga 2024. Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mengumumkan total lima orang sebagai tersangka dalam kasus yang menghebohkan ini.

Selain Semuel, lima tersangka lain yang ditetapkan adalah Bambang Dwi Anggono, yang menjabat sebagai Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah pada Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan di Kominfo pada periode 2019-2023. Kemudian ada Nova Zanda, yang berperan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa serta pengelolaan PDNS pada tahun 2020-2024. Dua tersangka lainnya berasal dari pihak swasta, yakni Alfi Asman, Direktur Bisnis PT Aplika Nusa Lintas Arta (AL) periode 2014-2023, dan Pini Panggar Agusti, Account Manager PT Dokotel Teknologi (2017-2021).

Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Safrianto Zuriat Putra, menyampaikan bahwa kerugian negara akibat kasus ini sedang dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bersama penyidik. Ia menyebutkan bahwa berdasarkan perhitungan sementara, kerugian mencapai ratusan miliar rupiah. Namun, angka pasti masih belum bisa diumumkan karena proses audit dan investigasi masih berlangsung.

Kasus ini berawal dari pengadaan PDNS oleh Kominfo dengan nilai kontrak mencapai Rp 958 miliar pada tahun 2020. Pengadaan ini diduga sarat dengan pengondisian pemenang kontrak yang melibatkan pejabat Kominfo dengan pihak swasta PT Aplikanusa Lintasarta. Dugaan manipulasi tersebut menimbulkan pertanyaan serius tentang transparansi dan tata kelola pengadaan barang dan jasa di lingkungan kementerian.

Semuel Abrijani sendiri telah mengundurkan diri dari jabatannya pada Juli 2024, tidak lama setelah terjadinya peretasan dan penyanderaan data di PDNS 2. Dalam pernyataannya, Semuel mengakui bahwa insiden tersebut merupakan masalah teknis yang menjadi tanggung jawabnya sebagai Dirjen yang membawahi transformasi pemerintahan berbasis teknologi. Ia menegaskan bahwa sebagai pemimpin teknis, ia seharusnya bisa menangani masalah tersebut dengan lebih baik. Pengunduran dirinya dianggap sebagai bentuk tanggung jawab moral atas kejadian tersebut.

Menanggapi penetapan tersangka tersebut, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) langsung mengambil langkah tegas dengan memberhentikan dua pegawai yang menjadi tersangka dari jabatan dan tugasnya. Menteri Komdigi, Meutya Hafid, menyatakan keputusan ini merupakan bentuk penghormatan terhadap proses hukum yang sedang berjalan. Ia menegaskan bahwa kementeriannya mendukung penuh penegakan hukum dan berkomitmen melakukan evaluasi internal menyeluruh.

Dalam pernyataannya, Meutya mengatakan Komdigi akan membentuk tim evaluasi untuk memperbaiki tata kelola proyek pusat data nasional secara keseluruhan. Komitmen kementerian terhadap kedaulatan digital nasional tetap menjadi prioritas utama, meski kasus ini sempat mengganggu citra dan kepercayaan publik. Menurutnya, anggaran negara yang dialokasikan harus benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat dan dikelola secara transparan.

Kasus ini pun menjadi momentum penting bagi Komdigi untuk memperkuat pengawasan internal dan memperbaiki mekanisme akuntabilitas di seluruh lini organisasi. Meutya menekankan bahwa lembaga digital harus dibangun di atas fondasi integritas dan profesionalisme yang tinggi. Ia menegaskan bahwa reformasi tata kelola digital bukan lagi sebuah pilihan, melainkan keharusan yang harus segera diwujudkan agar kasus serupa tidak terulang.

Penetapan tersangka ini menjadi peringatan keras bagi seluruh jajaran pemerintahan dan lembaga digital bahwa korupsi dan penyalahgunaan wewenang tidak akan ditoleransi. Kejaksaan dan aparat penegak hukum kini terus mengusut kasus ini dengan tuntas agar keadilan dapat ditegakkan dan kerugian negara dapat dipulihkan.

Pemerintah dan masyarakat pun berharap agar hasil audit dan penyidikan dapat segera dipublikasikan secara transparan, sehingga seluruh pihak yang terkait dapat bertanggung jawab sesuai hukum yang berlaku. Kasus ini juga mendorong kebutuhan untuk meningkatkan pengawasan dan transparansi dalam setiap proyek digital pemerintah yang bersentuhan dengan anggaran besar.

Secara keseluruhan, kasus dugaan korupsi pengadaan PDNS yang melibatkan mantan Dirjen Kominfo dan beberapa pejabat serta pihak swasta ini menjadi sorotan nasional. Penanganan kasus ini tidak hanya penting untuk mengembalikan kepercayaan publik, tetapi juga menjadi pelajaran penting dalam pengelolaan proyek teknologi informasi di lingkungan pemerintahan ke depan. Proses hukum yang berjalan diharapkan dapat membongkar seluruh praktik curang dan memperbaiki sistem agar ke depannya tata kelola digital dapat berjalan lebih baik dan bebas dari korupsi.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved