Makanan Biru: Pilar Kekayaan Kuliner Berkelanjutan Nusantara

Tanggal: 4 Agu 2025 11:38 wib.
Di tengah tantangan krisis iklim dan kebutuhan akan ketahanan pangan yang semakin mendesak, makanan biru atau yang dikenal dengan istilah "blue food" muncul sebagai solusi yang penting untuk melestarikan warisan kuliner Nusantara. Konsep ini tak hanya berkontribusi pada pelestarian tradisi kuliner, tetapi juga memberikan alternatif yang berkelanjutan dalam menghadapi berbagai ancaman yang muncul karena perubahan iklim.

Pandangan ini mengemuka dalam forum bertajuk "Blue Bites: A Culinary Dive into Climate-Friendly Food Solutions", yang diadakan oleh Climateworks Centre, Climate Reality Indonesia, dan IPB University, bersamaan dengan The 5th International Conference on Integrated Coastal Management and Marine Biotechnology di Royal Ambarrukmo, Yogyakarta. Pada kesempatan ini, Etwin Kuslati Sabarini, Manager Program Impact Oceans di Climateworks Centre, menjelaskan bahwa blue food lebih dari sekadar konsumsi ikan atau sumber daya laut. Ia menegaskan bahwa ini merupakan manifestasi nyata dari upaya iklim yang adil, yang menggabungkan cita rasa, tradisi, dan inovasi dalam transformasi sistem pangan.

Makanan biru merujuk pada sumber pangan yang berasal dari berbagai ekosistem perairan, termasuk laut, wilayah pesisir, sungai, danau, serta termasuk dalam kategori ini adalah ikan, rumput laut, moluska, dan krustasea. Di tengah tantangan saat ini, di mana keanekaragaman hayati semakin terancam, blue food menawarkan alternatif pangan yang rendah emisi karbon, kaya akan nutrisi, dan berkontribusi pada ekonomi masyarakat yang tinggal di daerah pesisir dan berbasis perairan.

Diskusi dalam panel menghadirkan beragam ahli yang berbicara lintas disiplin ilmu. Salah satu panelis, Dr. Tukul Rameyo Adi dari IPB University, mengupas berbagai potensi yang dimiliki dalam mendekarbonisasi sistem pangan melalui peningkatan konsumsi makanan biru. Meilati Batubara, Direktur Eksekutif dari NUSA Indonesian Gastronomy Foundation, juga menekankan betapa pentingnya blue food dalam menjaga keberlanjutan cita rasa dan identitas kuliner Indonesia yang kaya. "Makanan biru adalah jembatan antara kebijaksanaan lokal dan inovasi pangan masa depan," ujar Meilati.

Atin Prabandari, Ph.D. dari Universitas Gadjah Mada (UGM), mengangkat topik yang sangat relevan, yakni peran perempuan dalam rantai pasok pangan laut yang kerap kali kurang mendapat perhatian. Kehadiran mereka sangat vital untuk memastikan sistem pangan berkelanjutan, terutama dalam komunitas perikanan.

Sebagai penutup acara, dilakukan sesi demo masak yang disajikan oleh Chef Ragil Imam Wibowo dan Chef Eko Purdjiono, yang memperkenalkan berbagai olahan modern menggunakan bahan-bahan blue food, seperti tuna gohu, belut balado, dan siput blencong. Acara ini tidak hanya menjadi ajang kolaborasi tetapi juga memadukan ilmu pengetahuan, budaya, dan tindakan nyata untuk mendorong sistem pangan biru yang adil, sehat, dan berkelanjutan, dimulai dari pilihan kita di atas meja makan sehari-hari. Blue food bukan hanya tentang makanan; ini adalah langkah menuju masa depan yang lebih baik.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved