LSF Menyatakan Tidak Ada Pelanggaran Sensor pada Film "Merah Putih One For All"

Tanggal: 14 Agu 2025 11:26 wib.
Ketua Lembaga Sensor Film (LSF), Naswardi, mengungkapkan bahwa film animasi berjudul “Merah Putih One For All” yang diproduksi oleh Perfiki Kreasindo tidak memenuhi syarat pelanggaran apa pun terkait kriteria sensor. LSF telah menerbitkan Surat Tanda Lulus Sensor (STLS) untuk film tersebut dengan peruntukan kategori usia Semua Umur (SU). 

“Setelah melalui proses penilaian dan penelitian yang dilakukan oleh tim penyensor, kami dapat menyatakan bahwa film ini tidak melanggar kaedah atau kriteria yang telah ditetapkan. Ini menunjukkan bahwa semua kriteria yang menjadi bagian dari proses penilaian kami telah dipenuhi,” jelas Naswardi ketika bercakap-cakap dengan para jurnalis di Jakarta pada hari Rabu. Ia juga menambahkan bahwa STLS untuk film “Merah Putih One For All” diterbitkan pada tanggal 5 Juli 2025, memberikan hak kepada film tersebut untuk diputar di bioskop-bioskop di seluruh Indonesia.

Menariknya, dalam proses penilaiannya, “Merah Putih One For All” diperiksa berdasarkan acuan utama yang terdiri atas tiga aspek penting: tema, konteks, nuansa, dan dampak yang mungkin ditimbulkan dari film itu. Selain itu, ada pula sejumlah acuan pendukung yang menjadi pertimbangan dalam penerbitan surat lulus sensor, seperti judul film, dialog serta monolog yang terdapat dalam film, serta visualisasi dan teks apabila film tersebut merupakan produksi dari luar negeri. 

Ketika membahas aspek visualisasi dari dialog dan monolog dalam film, LSF mengevaluasi sejumlah unsur penting. Beberapa di antaranya adalah apakah visual tersebut menggambarkan praktik atau elemen kekerasan, berhubungan dengan pornografi, mencerminkan penggunaan atau peredaran narkotika, menghina harkat dan martabat kemanusiaan, atau menyinggung suku, agama, perempuan, atau kelompok tertentu. Tak ketinggalan, unsur melawan hukum juga menjadi perhatian bagi lembaga ini.

Dari pengkajian terhadap aspek-aspek tersebut, LSF menetapkan kategori usia film, yang dibagi menjadi beberapa kelompok: untuk semua umur, 13 tahun ke atas, dewasa 17 tahun ke atas, dan juga film untuk pemirsa dewasa dengan usia 21 tahun ke atas.

"Dapat kami tekankan di sini bahwa Lembaga Sensor Film tidak diberikan kewenangan untuk menilai kualitas film, baik melalui peraturan yang ditetapkan oleh menteri, peraturan pemerintah, maupun undang-undang. Penilaian terkait kualitas film—apakah itu baik, buruk, atau sedang—adalah ranahnya kritikus film atau penonton itu sendiri," terang Naswardi.

Ia menambahkan bahwa LSF bersikap terbuka dan menerima semua jenis film untuk proses sensor tanpa adanya diskriminasi. LSF siap mendengarkan masukan dari berbagai kalangan, termasuk publik, kreator, dan pelaku industri yang berkaitan dengan kualitas sinematografi dan berbagai aspek lainnya.

Naswardi pun mengingatkan bahwa umpan balik dari masyarakat adalah hal yang penting dan perlu diperhatikan oleh para pembuat film. Umpan balik ini berhubungan langsung dengan apresiasi dari penonton dan merupakan bagian dari proses yang harus dihadapi oleh para sineas atau kreator film.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved